Selasa 02 Feb 2021 23:15 WIB

KSPI Berharap Subsidi Upah 2021 Tetap Dilanjutkan

KSPI menilai program bantuan subsidi upah membantu menjaga daya beli buruh

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (kanan
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (kanan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menilai, sebaiknya program bantuan subsidi upah (BSU) pemerintah kepada para pekerja tetap dilanjutkan pada 2021. Karena program ini sangat membantu menjaga daya beli buruh, terutama mereka para pekerja yang terdampak ekonomi ketika pandemi Covid-19 masih berlangsung.

Selain dilanjutkan, Iqbal juga berharap kepesertaan program ini diperluas. Bukan hanya para pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, tetapi juga termasuk untuk buruh yang tidak terdaftar di dalam BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga akan semakin banyak buruh yang menerima subsidi upah tersebut.

Baca Juga

"Ke dedepan, KSPI memprediksi ledakan PHK jutaan buruh akan terjadi di semua sektor industri termasuk industri baja dan semen," kata Said Iqbal, dalam keterangan pers KSPI, Selasa (2/2).

Dengan adanya bantuan atau subsidi upah, lanjutnya, akan menjadi buffer atau penyangga buruh dan keluarganya bertahan hidup. Terlebih di tengah pandemi yang belum usai.

Said Iqbal juga mengungkapkan, bahwa KSPI akan segera mengirim surat ke Presiden Joko Widodo untuk melanjutkan program tersebut. Sebab ia menilai dampak ekonomi bagi para pekerja masih terus berlanjut di 2021, selama pandemi Covid-19 masih menunjukkan angka positif yang tinggi.

Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan pemerintah sampai saat ini belum memutuskan apakah masih diperlukan diadakan kembali BSU untuk 2021. Karena melihat kondisi ekonomi yang sebagian sudah akan pulih di 2021 dibandingkan awal pandemi pada 2020 lalu.

"Kami masih menunggu, karena memang di APBN 2021 (BSU) tidak dialokasikan. Nanti kami lihat bagaimana kondisi ekonomi berikutnya. Tapi memang (BSU) tidak dialokasikan di APBN 2021," kata Menaker, Senin (1/2).

Diakui Ida pada 2020 lalu mengapa BSU dikucurkan segera karena terjadi pelonjakan angka pengangguran yang cukup tinggi saat pandemi, setelah sempat turun di awal 2020. Angka pengangguran selama 2020 tercatat mengalami penambahan, mencapai 9,7 juta orang.

Dari situ, lanjut Ida, pemerintah telah melakukan beberapa langkah, satu terhadap pekerja yang kehilangan pendapatan pemerintah menyiapkan subsidi upah. Pemerintah juga memberi relaksasi pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan.

Kemudian memperbanyak program padat karya, baik itu di kemenaker maupun di kementerian yang lain. Ada juga program reguler, kementerian yang kemudian diarahkan untuk membantu pekerja yang terkena dampak PHK atau dirumahkan.

"Program reguler itu akan terus jalan, sampai kondisinya kembali normal seperti arahan presiden untuk menangani dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19," jelasnya.

Sedangkan program BSU untuk 2021, jelas Ida sepertinya akan ditiadakan. Karena dalam penganggaran APBN 2021 di Kementerian Ketenagakerjaan, juga tidak mencantumkan anggaran BSU. Namun Ida juga memberi catatan pemerintah melihat kembali perkembangan di 2021, walaupun perkiraan ekonomi kembali pulih, namun bila kondisi pandemi saat ini masih tetap berlanjut.

Sebelumnya Ida Fauziyah, sempat menjelaskan bahwa proses penyaluran bantuan pemerintah berupa bantuan subsidi gaji/upah 2020 bagi pekerja/buruh  mencapai 98,91 persen dengan total realisasi anggaran BSU yang tersalurkan sebesar Rp29.444.763.600.000.

Total penerima BSU secara nasional pada 2020 sebanyak 12.403.896 orang, dengan rata-rata gaji Rp3,12 juta dan total perusahaan yang pekerjanya penerima bantuan subsidi upah sebanyak 413.649 perusahaan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement