Selasa 09 Feb 2021 06:23 WIB

Jaksa Pinangki Dihukum 10 Tahun Penjara

Hakim tegaskan tuntutan jaksa terhadap Pinangki terlalu rendah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ilham Tirta
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/2). Pinangki Sirna Malasari divonis sepuluh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/2). Pinangki Sirna Malasari divonis sepuluh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Tak hanya pidana badan, Pinangki  juga dihukum membayar denda sebesar Rp 600 juta dalam kasus suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat pembebasan Djoko Sugiarto Tjandra.

"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 6 bulan," kata Hakim Ignasius Eko Purwanto saat membacakan amar putusan, Senin (8/2).

Majelis Hakim menilai Pinangki terbukti menerima suap 500 ribu dolar AS dari 1 juta dolar AS yang dijanjikan oleh terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Majelis Hakim juga menilai Pinangki terbukti melakukan pemufakatan jahat dan pencucian uang atas uang suap yang diterimanya dari Djoko Tjandra.

"Menyatakan Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kroupsi seperti didakwakan dalam dakwaan kesatu subsider, dan pencucian uang sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua, dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ketikga subsider," kata hakim Eko.

Vonis terhadap Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung itu lebih tinggi dibanding dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya, Jaksa Penutut Umum (JPU) mendakwa jaksa Pinangki dengan pasal berlapis. Pertama, Pinangki menerima suap sebesar 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra. Dakwaan kedua, Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai 375.279 dolar AS atau setara Rp 5.253.905.036.

Dakwaan ketiga, Pinangki dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra untuk menjanjikan suang 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA. Tujuannya, menggagalkan eksekusi Djoko Tjandra selaku terpidana kasus cessie bank Bali dengan cara meminta fatwa MA melalui Kejaksaan Agung. Pinangki pun dituntut dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta.  

Hakim Ignasius Eko mengungkapkan sejumlah pertimbangan dalam putusan Pinangki. Hakim menyatakan tuntutan yang dimohonkan oleh jaksa terlalu rendah. "Bahwa memerhatikan hal-hal tersebut, serta mengingat tujuan dari pemidanaan bukan pemberian nestapa melainkan bersifat prefentif, edukatif, dan korektif, maka tuntutan yang dimohonkan penuntut umum terlalu rendah. Sedangkan, pidana yang dijatuhkan terhadap diri terdakwa dalam amar putusan dipandang laik dan adil serta sesuai dengan kesalahan terdakwa," kata Eko.

Majelis Hakim menilai ada sejumlah hal yang memberatkan kenapa Pinangki harus dihukum lebih berat. Pertama, Pinangki adalah pejabat di Kejakgung yang justru membantu Djoko Tjandra menghindari hukuman terkait perkara korupsi Rp 94 miliar. Pun selama menjalani persidangan, Pinangki dinilai terus menyangkal dan menutupi keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. Meski begitu, Pinangki adalah merupakan ibu dari seorang anak.

"Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga dan punya anak berusia empat tahun," kata hakim.

Pinangki sebelumnya menegaskan tidak pernah mengkhianati institusi Kejaksaan. Hal tersebut ia sampaikan dalam pledoi yang ia bacakan pada Rabu (20/1). "Rasa Kebanggaan dan segenap syukur kepada institusi kejaksaan tersebut selalu terpatri dalam diri sehingga tidak mungkin bagi saya untuk mengkhianati institusi Kejaksaan yang sangat saya cintai ini dengan cara menghindarkan seorang buronan untuk dilakukan eksekusi," ujar Pinangki.

Vonis lebih tinggi terhadap Pinangki setidaknya menjawab tuntutan para pegiat antikorupsi yang menilai tuntutan dalam skandal Djoko Tjandra terkesan tidak serius. Sebelum sidang vonis digelar, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Majelis Hakim menjatuhkan vonis maksimal, yakni 20 tahun penjara kepada Pinangki.

"Jika Hakim menjatuhkan vonis ringan atau sekadar mengikuti tuntutan jaksa, maka dapat dikatakan institusi kekuasaan kehakiman tidak serius dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, hal tersebut juga akan berimbas pada penurunan kepercayaan publik pada pengadilan," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (8/2).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement