Selasa 16 Feb 2021 22:50 WIB

KPK Sambut Baik RUU Perampasan Aset

PPATK meminta Kemenkumham mendorong disahkannya RUU perampasan aset.

Rep: Dian Fath Risalah, Ali Mansur/ Red: Ilham Tirta
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dapat memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana, termasuk korupsi. Karena itu, KPK menyambut baik langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang meminta Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly mendorong ditetapkannya RUU tersebut sebagai prioritas.

"KPK tentu menyambut baik usulan agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana untuk segera menjadi RUU Prioritas Tahun 2021 di DPR RI. Dengan menjadi UU, maka akan memberikan efek dan manfaat positif bagi dilakukannya aset recovery dari hasil Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) maupun TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (16/2).

Bagi KPK, lanjut Ali, penegakan hukum tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas pada penerapan sanksi pidana berupa pidana penjara saja. Lebih dari itu, penegakan hukum akan lebih memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi jika aset dan harta benda yang diperoleh dirampas untuk kepentingan negara.

"Akan lebih memberikan efek jera bagi para pelaku Tipikor maupun TPPU apabila juga dilakukan perampasan aset hasil Tipikor yang dinikmati oleh para koruptor," kata Ali.

Setelah dirampas, aset-aset yang diperoleh melalui korupsi dan pencucian uang dapat dipergunakan untuk kepentingan masyarakat. Sebab, perampasan dapat memberikan pemasukan bagi kas negara yang bisa dipergunakan untuk pembangunan dan kemakmuran rakyat.

Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae meminta Menkumham Yasonna H Laoly mendorong ditetapkannya RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sebagai RUU Prioritas 2021 atau setidaknya pada 2022. Permintaan tersebut disampaikan Dian saat melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Hukum dan HAM pada Senin (15/2).

"Sehubungan dengan tidak adanya lagi pending isu, PPATK meminta kesediaan Kemenkumham sebagai wakil pemerintah. Hal ini sejalan dengan kerangka regulasi RPJMN tahun 2021 yang dibahas dan disepakati di Bappenas," kata Dian dalam keterangannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement