Kamis 25 Feb 2021 14:23 WIB

Ini Peran Operator Ihsan Yunus di Kasus Juliari

Peran Yogas dijabarkan Jaksa KPK dalam surat dakwaan dua penyuap Juliari.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Perantara anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus, Agustri Yogasmara membawa barang bukti sepeda Brompton saat rekonstruksi perkara dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Perantara anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus, Agustri Yogasmara membawa barang bukti sepeda Brompton saat rekonstruksi perkara dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/2/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peran dari operator politikus PDIP, Ihsan Yunus, Agustri Yogasmara alias Yogas, dijabarkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK dalam dakwaan dua penyuap Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/2). Dua terdakwa itu adalah Harry Van Siddanbuke dan Ardian Iskandar.

Dalam dakwaan disebutkan, bahwa eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang juga tersangka dalam perkara ini mengeluarkan keputusan pada 16 April 2020. Juliari memutuskan bahwa Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos menjadi penanggung jawab pelaksanaan bansos sembako di wilayah Jabodetabek.

Baca Juga

Pagu anggarannya sebesar Rp6,8 triliun dibagi dalam 12 tahap kurun April-November 2020. Setiap tahap berjumlah 1,9 juta paket, sehingga totalnya 22,8 juta paket.

Juliari Batubara pun sudah mengarahkan anak buahnya, Matheus Joko dan Adi Wahyono, untuk mengumpulkan komitmen fee sebesar Rp 10 ribu per paket, serta uang fee operasional dari para vendor. Disebutkan dalam dakwaan, pada 20 April 2020, Matheus ditunjuk sebagai PPK untuk pengadaan barang/jasa bantuan sosial sembako dalam rangka penanganan Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Tahun 2020.

Dari kewenangan tersebut, Matheus mengenalkan Harry dengan Yogas sebagai pemilik kuota paket bansos sembako yang akan dikerjakan Harry. Beberapa hari kemudian usai perkenalan, Yogas dan Harry kembali bertemu di kantor Kemensos di Jalan Salemba Raya, Jakarta Timur guna membahas fee proyek tersebut.

"Pada pertemuan tersebut Agustri Yogasmara menyampaikan kepada Terdakwa bahwa atas pekerjaan yang akan Terdakwa kerjakan tersebut, Agustri Yogasmara meminta uang fee. Atas penyampaian tersebut, Terdakwa menyanggupinya," kata Jaksa Ikhsan Fernando saat membacakan surat dakwaan, Rabu (24/2).

Nama Yogas kembali muncul saat akan tahap 7 penyaluran bansos atau pada bulan Juli 2020. Disebutkan dalam dakwaan adanya pertemuan di ruang kerja Mensos guna membahas perihal pembagian kuota sebesar 1,9 juta paket.

"Antara lain sebanyak 400 ribu paket diberikan kepada grup Agustri Yogasmara yang sebagian dari paket tersebut dikerjakan oleh Terdakwa melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude, pada tahap 7 ini mendapatkan kuota paket Bantuan Sosial Sembako Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebanyak 160 ribu paket," beber jaksa.

Kemudian, pada 21 Oktober 2020 atau sebelum tahap 11 bansos dimulai, Matheus Joko menyampaikan kepada Harry bahwa kuota PT Mandala Hamonangan Sude menjadi 100 ribu paket dan kuota PT Pertani menjadi 75 ribu paket. Saat itu Harry kemudian menyampaikan pada Yogas mengenai kuota tersebut yang berimbas pada keuntungannya.

Esok harinya, Harry menyampaikan pesan Yogas kepada Adi Wahyono. Pesannya ialah kuota PT Mandala Hamonangan Sude naik menjadi 135 ribu paket sementara kuota PT Pertani turun menjadi 40 ribu paket.

Tidak dijelaskan lebih lanjut soal kaitan kuota-kuota Harry dengan Yogas. Namun, diduga kaitannya dengan fee yang sebelumnya sudah disepakati. Sementara dalam rekonstruksi yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu, Yogas diduga menerima uang berjumlah Rp1,53 miliar dan juga dua unit sepeda Brompton dari Harry Van Sidabukke.

Adapun, sepeda Brompton tersebut sudah ia kembalikan kepada pihak KPK. Setelah mengembalikan sepeda Brompton ke KPK, Yogas secara mengaku kenal dengan politikus PDIP Ihsan Yunus yang saat ini menjabat sebagai anggota Komisi II DPR RI.

"Kenal (dengan Ihsan Yunus)" kata Yogas beberapa waktu lalu.

Pada Rabu (24/2), penyidik juga menggeledah salah satu rumah di kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu (24/2) yang diduga milik politikus PDIP, Ihsan Yunus. Namun, tidak ditemukan dokumen atau barang yang berkaitan dengan perkara ini.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan pihaknya masih akan terus mengumpulkan bukti dan melengkapi pembuktian pemberkasan perkara dengan tersangka Juliari dan kawan-kawan tersebut.

Dalam perkara ini, Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 sebanyak 1.519.256 paket.

Sedangkan, Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso senilai Rp1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.

Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

photo
Edhy dan Juliari Layak Dituntut Mati - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement