Rabu 07 Apr 2021 21:45 WIB

Mitigasi Bencana Dinilai Masih Lemah

Pemda diminta maksimalkan indek risiko bencana untuk melakukan mitigasi.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ilham Tirta
Foto udara kerusakan akibat banjir bandang di Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (6/4/2021). Cuaca ekstrem akibat siklon tropis Seroja telah memicu bencana alam di sejumlah wilayah di NTT dan mengakibatkan rusaknya ribuan rumah warga dan fasilitas umum.
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA
Foto udara kerusakan akibat banjir bandang di Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (6/4/2021). Cuaca ekstrem akibat siklon tropis Seroja telah memicu bencana alam di sejumlah wilayah di NTT dan mengakibatkan rusaknya ribuan rumah warga dan fasilitas umum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta serius melakukan mitigasi bencana dan menjadikannya sebagai prioritas utama. Anggota Komisi VIII DPR, Samsu Niang mengatakan, bencana di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebenarnya sudah masuk dalam peta bencana nasional BNPB, namun implementasi kebijakan dinilainya hanya di atas kertas.

"Peta bencana belum sungguh-sungguh dijadikan arahan untuk menyusun mitigasi bencana,’’ ujar dia dalam keterangan resminya, Rabu (7/3).

Tak hanya peta bencana, Indonesia juga dinilai sudah punya indeks risiko bencana. Namun demikian, hal tersebut akan sia-sia jika tidak ada upaya pencegahan yang akhirnya bencana terus berulang menghasilkan korban jiwa.

“Karena tidak diikuti keseriusan dan kecepatan pemerintah daerah untuk melakukan mitigasi dari pencegahan sampai penanggulangan. Padahal akan adanya bencana itu kan sudah bisa diprediksi sebelumnya,” kata Samsu.

Berdasarkan indeks risiko bencana Indonesia yang disusun BNPB, dari 10 wilayah yang terkena musibah Topan Tropis Seroja, hanya satu yang beresiko sedang, yakni Kabupaten Sumba Barat. Menurut dia, sembilan wilayah lainnya yang masuk risiko bencana tingkat tinggi seharusnya sudah menjadi prioritas kewaspadaan pemerintah daerah setempat.

“Mitigasi itu harus diperkuat, karena suatu bencana sebenarnya sudah bisa diprediksi walau tidak tahu kapan datangnya. Kita bisa melakukan persiapan mitigasinya. Kelemahan mendasar dari kita selalu pemerintah daerah yang lemah melakukan mitigasi,” ujar Samsu.

Samsu tak menampik jika saat ini fokus bersama pemerintah adalah menangani pandemi Covid-19. Namun demikian, bencana alam juga akan terus ada dan selalu menjadi ancaman.

“Peta bencana pada dasarnya sudah dibuka oleh BNPB. Tapi lagi-lagi (pemerintah) daerah tidak agresif melakukan komunikasi dengan BNPB dan BPBD karena mereka tidak menjadikan bencana sebagai prioritas daerah masing-masing.” ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement