Kamis 20 May 2021 06:31 WIB

Firli Cs Didesak Tindaklanjuti Arahan Presiden

Ombudsman janji periksa pimpinan KPK terkait polemik TWK.

Rep: Rizkyan Adiyudha, Febrianto Adi Saputro/ Red: Ilham Tirta
Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat kepada Ketua KPK Firli Bahuri seusai acara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat kepada Ketua KPK Firli Bahuri seusai acara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib mempertimbangkan pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai nasib 75 pegawai tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Menurut dia, respons Jokowi sudah tepat terkait polemik TWK yang diduga sebagai akal-akalan pimpinan KPK untuk menyingkirkan para pegawai KPK yang profesional.

"Pernyataan tersebut signifikan dan urgent untuk dijadikan pertimbangan serius dalam membuat keputusan," kata Zuhro kepada Republika, Rabu (19/5).

Zuhro mengamati, sudah banyak kalangan yang merespon hasil TWK. Mereka menilai tes yang dilakukan KPK bersama Badan Kepegawaian Nasional (BKN) tidak tepat untuk mengeliminasi 75 pegawai KPK. Apalagi, ke-75 pegawai tersebut adalah penopang keberhasilan kinerja KPK. Zuhro berharap pimpinan KPK mengeluarkan keputusan yang sejalan dengan arahan Presiden Jokowi.

"Kebijakan tidak meloloskan harus ditinjau ulang karena dinilai tak tepat," katanya.

Senada, Anggota Komisi III DPR, Eva Yuliana juga mendesak pimpinan KPK agar menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi. Perbedaan sikap antara Presiden Jokowi dengan Ketua KPK Firli Bahuri harus disudahi.

"Saya mendorong agar pimpinan KPK, Dewas KPK bisa menindaklanjuti arahan presiden. Beliau telah membuka kebuntuan dan menjawab polemik perihal peralihan status pegawai KPK menjadi ASN (asisten sipil negara)," kata Eva dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/5).

Ketua KPK Firli Bahuri pekan lalu mengumumkan 75 orang pegawai KPK tidak lolos TWK. Belakangan, TWK dipermasalahkan karena diduga hanya intrik untuk mendepak para pegawai yang telah ditargetkan. Terungkap, materi TWK tidak sesuai dengan tugas pemberantasan korupsi, seperti menanyakan hasrat seksual, doa qunut dalam shalat, HTI, FPI, hingga Habib Rizieq Shihab.

Namun, pimpinan KPK tetap menonaktifkan para pegawai yang sedang menyelidiki kasus korupsi tersebut. Presiden Jokowi pada Senin (17/5), telah menegaskan agar TWK tidak boleh serta-merta dijadikan dasar memberhentikan para pegawai KPK. Ia meminta Kemenpan RB, BKN, dan pimpinan KPK mencari solusi terbaik mengahiri polemik tersebut. Hingga saat ini, ketiga lembaga itu belum terlihat menindaklanjuti arahan tersebut.

Pada Selasa, Firli dan empat wakil ketua KPK, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, dan Nawawi Pomolango telah dilaporkan oleh pegawai KPK ke Dewan Pengawas KPK. Mereka diduga melanggar etik dan melawan konstitusi dalam menyelenggarakan TWK.

Kemarin, kelimanya kembali dilaporkan ke Ombudsman karena diduga TWK mengandung berbgai praktek mala administrasi. "Hari (Rabu) ini saya mewakili 75 pegawai membuat pelaporan resmi terkait dengan proses TWK yang dilakukan KPK," kata Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-komisi dan Instansi (PJKAI) KPK, Sujanarko usai membuat laporan, kemarin .

Ketua Ombudsman, Mokhamad Najih berjanji akan segera memeriksa Firli Bahuri dan keempat wakilnya. "Kami belum tahu (kapan), tapi siapapun yang dilaporkan itu kami punya kewenangan untuk memeriksa," kata Najih di Jakarta, Rabu (19/5) usai menerima laporan dari para pegawai KPK.

Dia mengatakan, Ombudsman akan melakukan pendalaman materi laporan terlebih dahulu sebelum memeriksa para pihak terlapor. Ombudsman akan bekerja sesuai mekanisme dan kewenangan yang dimiliki untuk melahirkan rekomenasi penyelesaian masalah.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku menghormati laporan para pegawai KPK. "Kami menyadari bahwa pelaporan kepada Dewan Pengawas adalah hak setiap masyarakat yang menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh insan KPK," kata dia dalam keterangan, Rabu (18/5). Pimpinan KPK, kata dia, menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut pelaporan tersebut kepada Dewas sesuai dengan tugas dan kewenangan mereka.

Kasus mandek

Direktur PJKAI KPK, Sujanarko mengungkapkan, penonaktifan 75 pegawai berdampak pada pemeriksaan perkara di KPK. Hal itu telah membuat proses penyelidikan dan penyidikan terhambat.

"Dengan dinonaktifkan 75 pegawai, maka kasus-kasus yang ditangani semuanya mandek," kata Sujanarko.

Penonaktifan tersebut tidak hanya merugikan pegawai, tapi juga masyarakat luas. Lebih lanjut, dia menjelaskan keputusan itu juga akan merugikan keuangan negara.

Dia memaparkan, ke-75 pegawai berintegritas itu tetap dibayar negara, namun tidak boleh bekerja. "Kami semua itu digaji dari pajak. Bayangkan nanti kalau ada non-aktif sampai satu tahun, non-aktif sampai 3 bulan, berapa uang negara yang telah dirugikan oleh pimpinan?" katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement