Rabu 09 Jun 2021 07:25 WIB

Legislator: Silakan Laksanakan PTM, tapi Jangan Dipaksakan

Meski PTM tidak dapat ditawar, kesehatan siswa didik harus tetap jadi prioritas.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi Sekolah Tatap Muka] Anggota Komisi X DPR, Zainuddin Maliki, mengatakan pemerintah bisa melaksanakan  tidak efektifnya pembelajaran jarak jauh (PJJ) membuat pembelajaran tatap muka (PTM) tidak dapat ditawar lagi. Kendati demikian, pemerintah harus tetap memprioritaskan aspek kesehatan siswa didik.
Foto: republika/mgrol100
[Ilustrasi Sekolah Tatap Muka] Anggota Komisi X DPR, Zainuddin Maliki, mengatakan pemerintah bisa melaksanakan tidak efektifnya pembelajaran jarak jauh (PJJ) membuat pembelajaran tatap muka (PTM) tidak dapat ditawar lagi. Kendati demikian, pemerintah harus tetap memprioritaskan aspek kesehatan siswa didik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR, Zainuddin Maliki, menilai tidak efektifnya pembelajaran jarak jauh (PJJ) membuat pembelajaran tatap muka (PTM) tidak dapat ditawar lagi. Pemerintah Pusat berencana membuka kembali pelaksanaan PTM pada Juli mendatang.

"PTM silakan dilaksanakan, tapi sebaiknya jangan dipaksakan, terutama di zona merah. Tetap prioritaskan aspek kesehatan siswa didik," kata Zainuddin kepada Republika, Rabu (9/6).

Baca Juga

Zainuddin mengatakan, jika pilihannya adalah melaksanakan PTM maka ada beberapa hal yang harus disiapkan. Selain pengurangan jam dan jumlah rombongan belajar, yang juga perlu disiapkan, yaitu lingkungan belajar sesuai tuntutan protokol kesehatan. 

Vaksinasi terhadap guru juga harus telah dilakukan. "Vaksinasi guru seyogyanya juga masuk dalam bagian dari upaya penyiapan PTM", ujar mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.

Berdasarkan catatannya, sesuai laporan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim kepada Komisi X DPR RI, saat ini Guru yang divaksin baru 1,54 juta atau 28 persen dari 5,6 juta. Sedangkan Kementerian Kesehatan saat ini memiliki persediaan 75 juta vaksin, sehingga ia menilai tak ada masalah soal ketersediaan impor vaksin.

Namun, Kemendikbudristek melaporkan bahwa pelaksanaan vaksinasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) yang sudah berjalan selama ini lebih banyak PTK yang berada di kota besar. DKI misalnya telah memvaksinasi 78 persen, DIY 75 persen, Jatim 35 persen, Jawa Barat 34 persen, Maluku Utara hanya 3 persen dan Aceh 2 persen saja.

"Karena itu perlu kerja ekstra keras untuk memvaksin sekitar 4 juta guru dan tenaga kependidikan yang belum tervaksinasi karena mayoritas mereka berada di kota-kota kecil," ucap Penasehat Dewan Pendidikan Jawa Timur itu.

Sementara itu sejak dikeluarkan SKB 4 Menteri bulan Maret 2021 yang mengatur akselerasi pembelajaran tatap muka dengan prokes ketat, sejauh ini mayoritas sekolah belum berani memilih melaksanakan pembelajaran tatap muka.

"Hanya 29 persen SMA dan Aliyah yang selama ini menyelenggarakan PTM, 71 persen masih bertahan dengan PJJ. SMP dan Tsanawiyah 26 persen tatap muka dan 74 persen PJJ. Sementara SD dan MI hanya 21 persen tatap muka dan 79 persen PJJ," kata Zainuddin  mengutip laporan Kemendikbudristek dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI.

Ia menilai tidak mudah mengajak merubah sikap lebih dari 70 persen satuan pendidikan di setiap jenjang yang selama ini masih bertahan dengan PJJ. "Meski seluruh pendidik dan tenaga kependidikan tervaksinasi, belum jaminan bersedia mengubah dari PJJ kepada layanan pembelajaran tatap muka," ungkapnya.

Ia menyarankan agar Mendikbudristek tidak segan-segan turun ke lapangan. Politikus PAN itu juga mengimbau agar pemerintah mengajak sekolah untuk berdialog. 

"Jelaskan mengapa sudah harus PTM dan coba pahami alasan mengapa tetap memilih PJJ. Mereka yang masih memilih PJJ karena merasa berada di zona yang belum aman covid-19, tidak bisa begitu saja dipaksa dengan alasan PTM tidak bisa ditawar lagi," tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement