Kamis 17 Jun 2021 17:40 WIB

Warga Rengaspayung Was-was, Tanah Ambles Setiap Hari

Tembok bagian samping rumahnya juga miring dan disangga dengan kayu.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Sejumlah warga di RT 9 RW 5 Blok Rengaspayung, Desa/Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu, resah karena rumah mereka terus bergerak turun setiap hari, Kamis (17/6). Mereka berharap ada penanganan dengan segera.
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Sejumlah warga di RT 9 RW 5 Blok Rengaspayung, Desa/Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu, resah karena rumah mereka terus bergerak turun setiap hari, Kamis (17/6). Mereka berharap ada penanganan dengan segera.

REPUBLIKA.CO.ID,INDRAMAYU -- Sejumlah warga di RT 9 RW 5 Blok Rengaspayung, Desa/Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu, resah karena rumah mereka terus bergerak turun setiap hari. Mereka berharap ada penanganan dengan segera.

Kondisi itu salah satunya dialami warga bernama Amiroh (51). Bagian samping rumahnya kini rusak berat akibat permukaan lantainya turun satu meter.

''Setiap hari tanah turun, bisa sekitar lima centimeter, sampai harus diganjal dengan bata merah,'' kata Amiroh saat ditemui di rumahnya, Kamis (17/6).

Berdasarkan pantauan Republika, atap bagian samping rumah Amiroh terlihat disangga dengan sejumlah kayu. Bagian bawah kayu-kayu itu diberi bantalan dengan sejumlah bata merah karena tanahnya yang terus turun.

''Nambah bata (sebagai bantalan kayu) bisa setiap hari. Ini lantai sudah turun satu meter,'' kata Amiroh.

Selain itu, tembok bagian samping rumahnya juga miring dan disangga dengan kayu. Sedangkan bagian bawah temboknya sudah berlubang dan terlihat menggantung dari permukaan tanah.

Amiroh mengatakan, rumahnya mulai mengalami ambles sejak 2019. Namun, kondisinya semakin parah sejak banjir besar yang terjadi pada Februari 2021.

Rumah Amiroh tepat berada di depan sungai Cimanuk. Jarak rumahnya hanya sekitar tujuh meter dengan tembok pembatas sungai.

Semula, tinggi permukaan tanggul sungai di depan rumah Amiroh sama dengan tinggi tembok pembatas sungai. Namun saat ini, permukaan tanggul itu sudah lebih rendah sekitar 1,5 meter di bawah tembok pembatas sungai.

Dengan kondisi tersebut, maka posisi rumah Amiroh dan rumah-rumah warga lainnya lainnya sedikit lebih tinggi dibandingkan tanggul sungai. Padahal, dulunya rumah-rumah warga ada di bawah tanggul tersebut.

Amiroh mengaku selalu dihantui rasa takut setiap hari. Ketakutannya semakin bertambah jika hujan turun di malam hari.

‘’Kalau hujan di malam hari ya gak tidur, takut rumah ambruk,’’ tutur ibu dua anak tersebut.

Amiroh mengatakan, tercatat sudah tiga kali memperbaiki bagian samping rumahnya yang rusak parah akibat tanahnya ambles. Terakhir, perbaikan dilakukan empat bulan lalu dan kini kondisinya kembali rusak parah.

Amiroh berharap, kondisi itu bisa ditangani dengan segera dan berharap tak perlu relokasi. Namun jikapun terpaksa harus relokasi, dia meminta ada penggantian yang sepadan.

Sementara itu, Ketua RW 9, Tamrin, membenarkan, tanah di lokasi tersebut terus bergerak sejak 2019 dan semakin parah pascabanjir pada Februari 2021. Dia menyebutkan, ada lima rumah warga yang kini terdampak paling parah.

‘’Awalnya warga melapor kondisi tanggul yang retak di pinggir. Tapi terus semakin hari bertambah parah dan tanahnya terus turun. Panjang (tanggul yang terus bergerak turun) ada sekitar 25 meter,’’ terang Tamrin.

Namun, lanjut Tamrin, jika tanah yang gerak tak segera diatasi hingga menyebabkan tembok pembatas sungai dan tanggul jebol, maka akan menimbulkan banjir ke sejumlah desa tetangga. Bahkan, jalur utama pantura juga bisa ikut terdampak banjir.

Tamrin mengungkapkan, kondisi tersebut membuat warganya selalu dihantui ketakutan. Bahkan, ada salah seorang warganya yang menjadi sakit karena beban pikiran hingga akhirnya meninggal dunia.

Tamrin mengakui, pihak Dinas PUPR setempat pernah melakukan penanganan dengan pengurugan tanggul yang turun sedalam 170 cm. Pengurugan dilakukan dengan menggunakan material sebanyak kurang lebih 200 dumptruck. Namun, hal itu hanya bertahan beberapa bulan dan selanjutnya tanah kembali ambles.

Tamrin menambahkan, upaya perbaikan selanjutnya dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung sebanyak dua kali. Namun, tetap tak bisa mengatasi tanah yang terus bergerak turun.

Tamrin berharap, kondisi tersebut bisa segera ditangani. Dengan demikian, warga bisa hidup dengan tenang tanpa dihantui rasa was-was. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement