Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Amilatul Fauziyah, S.Pd

Pandemi Jadi Kambing Hitam Polemik Pembatalan Haji, Ulah Sistem Sekuler Kapitalisme

Politik | Friday, 18 Jun 2021, 08:06 WIB

Haji merupakan bagian dari rukun Islam, hukumnya wajib ditunaikan bagi individu muslim yang mampu. Allah SWT berfirman dalam QS. Ali-Imran : 97, “Mengerjakan haji merupakan kewajiban hamba terhadap Allah yaitu bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke baitullah.” Makna mampu di sini tentu tak bisa ditafsirkan sembarangan, melainkan harus dikembalikan kepada penjelasan syara’. Pembatalan keberangkatan jamaah haji Indonesia pada tahun ini misalnya. Kemenag, Yaqut Cholil, menyebutkan pertimbangan di balik pembatalan haji adalah keselamatan jamaah di tengah kondisi pandemi. Apakah keputusan pemerintah ini sudah tepat menurut kacamata syara’ karena dianggap belum memenuhi syarat mampu? Nah, ini yang pertama.

Kedua, meskipun haji adalah ibadah yang bersifat individual, tetapi negara juga mempunyai peran dan tanggung jawab agar individu-individu dapat menunaikannya dengan baik. Hal tersebut dikarenakan butuh akomodasi dan jaminan keamanan, mulai dari persiapan, keberangkatan, hingga jamaah kembali pulang. Demikian pula negara berkewajiban mengurus pengelolaan dananya. Fakta yang terjadi di negeri ini adalah dana haji selalu mengendap karena antrean jadwal keberangkatan hingga mencapai belasan tahun. BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) memang mengalokasikan pemanfaatan dana haji untuk investasi, namun hanya dalam bentuk produk perbankan syariah. Bahkan mantan Ketua MUI, Ma’ruf Amin, sempat memberi masukan kepada BPKH agar lebih produktif dalam pengembangan dana haji. Beliau juga yang pernah mengutarakan fatwa dana haji boleh diinvestasikan untuk infrastruktur, “Itu sudah dapatkan fatwa dari dewan syariah MUI dan saya sudah menandatangani untuk kepentingan infrastruktur, dan lain-lain.” Kecurigaan masyarakat tentang penyalahgunaan dana haji sampai berakibat pada batalnya pemberangkatan haji sangat beralasan.

Demi meredakan hiruk pikuk masalah pembatalan dan dana haji, pihak pemerintah mengatakan keputusan menunda haji ini disebabkan oleh pandemi, terlebih belum ada kejelasan dari Arab Saudi mengenai kuota jamaah untuk Indonesia. Akan tetapi, opini masyarakat yang muncul acapkali berseberangan. ‘Bukan Arab Saudi yang tidak membuka akses, tapi ada faktor lain’. Alasan pandemi yang disampaikan pemerintah ini makin membuat heran ketika Kemenag mengatakan bahwa meskipun Arab memberi kuota, tetapi tidak cukup waktu untuk mempersiapkan pemberangkatan haji yang kurang beberapa bulan lagi. Jika demikian, lantas benarkah kendala yang sebenarnya adalah ketidaksiapan pemerintah mengurusi haji, bukan pada Arab Saudi?

Masyarakat curiga telah terjadi penyelewengan dana yang besarnya triliunan itu, seperti pada pembangunan ibu kota baru yang saat ini masih berjalan, hingga isu korupsi. Apa salahnya apabila ada yang berpendapat bahwa fatwa MUI itu perlu dikaji ulang? Apakah syara’ membenarkan investasi dana haji seperti itu? Secara regulasi saja, sistem keuangan negara ini tidak didasarkan pada prinsip Islam. Meskipun ditempelkan label “syariah” pada investasi perbankan ataupun infrastruktur, tetapi pemasukan, pengeluaran, dan pengelolaan keuangan terintegrasi dengan sistem ekonomi yang dianut, yaitu kapitalisme. Sistem kapitalisme berdiri di atas ide sekuler yang memisahkan aturan kehidupan dari aturan agama. Padahal pengurusan keberangkatan sampai pemulangan jamaah haji tidak lepas dari pengelolaan dana yang wajib dipastikan sesuai dengan syara’.

Pandemi (masih) menjadi kambing hitam atas ditundanya pemberangkatan haji 1442 H/2021 M sebagai kali kedua. Pemerintah bersikeras mengutamakan keselamatan jamaah dengan menahan penunaian ibadah haji dan memutar-mutar dana umat entah sejujurnya untuk apa saja, namun di sisi lain mempersilakan tenaga kerja asing masuk. Pada pertengahan Mei lalu, ratusan TKA asal Cina berdatangan masuk saat larangan mudik berlaku. Ternyata larangan itu tidak berlaku bagi WNA Cina yang bekerja di proyek strategis nasional. Tanggal 11 Mei 2021 maskapai China Southern CZ 8353 tiba membawa 103 orang, 12 Mei pesawat Sriwijaya membawa 149 WNA Cina dari Hangzhou, 13 Mei pesawat Xiamen Air mf 855 tiba membawa 110 WNA Cina, dan tanggal 15 pesawat China Southern CZ 387 membawa 158 WNA Cina. Sungguh tak dapat diterima oleh akal sehat, pintu masuk virus dibuka begitu lebar bahkan dijaga agar tetap mendatangkan pundi-pundi materi yang diatasnamakan sebagai pemulihan ekonomi pascapandemi. Beginilah cara kerja sistem kapitalisme dalam bingkai politik demokrasi. Ia tidak segan mengucap kata-kata manis yang menipu untuk menutupi kebusukannya. Hal ini karena dalam sistem kapitalisme-demokrasi, para pemilik modal (kapitalis) adalah penguasa atas hajat hidup rakyat dan pengendali kebijakan.

Syara’ secara holistik mengatur setiap aspek kehidupan, mengurus pemenuhan hajat manusia (ibadah, akhlak, muamalah, sanksi) sesuai kadarnya. Inilah kesempurnaan Islam dengan Islam politiknya. Institusi yang mengakomodir hukum-hukum syara’ untuk kemudian diterapkan dalam pengaturan ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial, peradilan, keamanan adalah Khilafah. Islam politik mampu mengatasi persoalan mulai dari problem individu, publik, dan negara, sehingga umat dapat menunaikan kewajiban secara khusyu’ dan memenuhi hajatnya dengan layak. Islam sebagai sistem sangat bertentangan dengan kapitalisme maupun sosialisme-komunisme. Dalam konteks dilema pelaksanaan haji dan penanganan pandemi sebagaimana yang berlangsung saat ini, Islam telah memiliki jawabannya. Jawaban tersebut berjalan seiring dengan fitrah manusia, tidak hanya baik untuk sekelompok manusia saja, karena semuanya adalah sama-sama makhluk Allah SWT. Sistem Islam dalam bingkai khilafah menjadikan pemimpin negara sebagai pengurus dan pelayan masyarakat. Materi bukanlah orientasi dalam menjalankan pemerintahan dan kebijakan. Pandemi dan haji merupakan persoalan yang lahir dari akar yang satu, maka harus diselesaikan dengan langkah yang revolusioner. Sudah saatnya umat memahami Islam politik dan berubah meraih kemajuan yang hakiki.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image