Ahad 27 Jun 2021 20:10 WIB

15 Persen Nakes di RS Kota Bekasi Terpapar Covid-19

Situasi ini membuat RS tak dapat menambah Unit Gawat Darurat.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Joko Sadewo
Dua orang tenaga kesehatan beristirahat sejenak saat menunggu pasien di ruang isolasi COVID-19. Diperkirakan ada 10 hingga 15 persen Nakes yang tertular Covid-19. (Foto ilustrasi)
Foto: ANTARA/Adeng Bustomi
Dua orang tenaga kesehatan beristirahat sejenak saat menunggu pasien di ruang isolasi COVID-19. Diperkirakan ada 10 hingga 15 persen Nakes yang tertular Covid-19. (Foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Diperkirakan 10 sampai 15 persen tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di rumah sakit swasta Kota Bekasi terpapar Covid-19.

“Jumat kemarin kami koordinasi, tercatat rata-rata di RS, nakes terpapar 10-15 persen dari total karyawan yang ada,” kata Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Kota Bekasi, Eko Nugroho, saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/6).

Eko belum dapat merinci berapa jumlah pastinya, sebab karyawan rumah sakit jumlahnya berbeda-beda. Menurutnya, masing-masing RS berbeda.

Untuk saat ini, kata dia, ada 39 RS swasta di Kota Bekasi yang menjadi rujukan Covid-19. Eko menyebut jumlah itu mewakili semua RS swasta anggota ARSSI. Hanya rumah sakit ibu dan anak saja yang tidak menjadi rujukan. “Semua RS swasta anggota ARSSI Kota Bekasi kecuali tipe RS Ibu dan Anak menjadi rujukan, jumlahnya ada 39 RS,” tutur dia.

Dengan adanya nakes yang terpapar ini, membuat situasi RS tak dapat menambah Unit Gawat Darurat (UGD). “Mempertimbangkan nakes yang juga berkurang karena terpapar covid, sepertinya strategi menambah daya tampung di UGD belum dapat dilakukan,” kata Eko.

Untuk saat ini RS swasta belum dapat menambah lowongan nakes baru. Kendati, masih, kata dia, ada beberapa rumah sakit yang melakukan rekrutmen tenaga tambahan. “Kita hanya mengalokasikan tenaga yang ada. Tapi ada beberapa rumah sakit berupaya untuk merekrut yang baru,” jelasnya.

Dengan kondisi yang serba darurat ini, Eko berharap agar pemerintah pusat bisa mengeluarkan kebijakan agar penyebaran kasus bisa ditekan. “Di hilir kita sudah optimal, tinggal menunggu kebijakan di hulu untuk membatasi sebaran kasusnya,” tutur dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement