Rabu 25 Aug 2021 13:47 WIB

Pemprov: Target Balita Stunting di Jabar 14 Persen 2024

Untuk mencapai target nasional 14 persen diperlukan upaya akselerasi.

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) menargetkan jumlah balita stunting pada 2024 nanti tersisa 14 persen. Meskipun, menurut Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja, pandemi Covid-19 ini dikhawatirkan memengaruhi capaian, Pemprov Jabar tetap berupaya melakukan percepatan penurunan stunting.
Foto: istimewa
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) menargetkan jumlah balita stunting pada 2024 nanti tersisa 14 persen. Meskipun, menurut Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja, pandemi Covid-19 ini dikhawatirkan memengaruhi capaian, Pemprov Jabar tetap berupaya melakukan percepatan penurunan stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) menargetkan jumlah balita stunting pada 2024 nanti tersisa 14 persen. Meskipun, menurut Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja, pandemi Covid-19 ini dikhawatirkan memengaruhi capaian, Pemprov Jabar tetap berupaya melakukan percepatan penurunan stunting.

Setiawan mengatakan, penurunan prevalensi stunting di Jabar dari 2013-2019 kurang lebih 9,1 persen dan rata-rata penurunan sebesar 1,51 persen per tahun. Pada 2019, Jabar ada di peringkat 11, lebih baik dari rata-rata nasional. 

Adapun tiga wilayah dengan prevalensi tinggi 30-40 persen itu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bogor, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Sementara yang sesuai dengan ketetapan batas maksimal WHO yaitu di bawah 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita hanya di tiga wilayah yaitu Kuningan, Depok dan Kota Sukabumi.

“Pada tahun 2013, prevalensi angka stunting di Jabar itu 35,1 persen, kemudian pada tahun 2018 menjadi 31,1 persen dan tahun 2019 turun menjadi 26,21 persen,”ujar Setiawan, Rabu (25/8).

 

Menurut Setiawan, untuk mencapai target nasional 14 persen diperlukan upaya akselerasi tidak hanya business as usual atau BAU.

Setiap tahunnya, kata dia, Pemprov Jabar meningkatkan lokasi prioritas stunting. Pada 2018, lokasi prioritas 13 kota/kabupaten, pada 2019 sebanyak 14 kota/kabupaten, pada 2020 sebanyak 20 kota/kabupaten, 2021 yakni 23 kota/kabupaten, hingga pada 2022 seluruh kota/kabupaten di Jabar menjadi lokasi prioritas stunting.

Strategi percepatan penurunan stunting di Jabar, kata Setiawan, yaitu delapan aksi konvergensi dan integrasi di daerah yang menjadi instrumen dalam bentuk kegiatan. Mulai dari rencana kegiatan, analisa kegiatan, rembuk stunting, pengukuran dan publikasi stunting serta  pembinaan KPM yang masing-masing instrumen memiliki penanggungjawabnya seperti Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 

“Selain itu juga untuk konvergensi percepatan penurunan stunting dilakukan baik dari level pemerintah pusat, di mana terdapat 18 Kementerian lembaga berkontribusi dalam penurunan stunting dan sampai di level desa,” katanya.

Menurut Setiawan, upaya percepatan penurunan stunting pun dilakukan melalui pendekatan multisektor. Hal itu tentu saja tidak terbatas pada sektor kesehatan. “Kalau kita melihat di sini, mulai dari kesehatan dan gizi, air minum dan sanitasi. Kemudian pengasuhan dan PAUD, perlindungan sosial dan ketahanan pangan,” katanya. 

Selain itu, kata dia, pelibatan multi-stakeholder yang merupakan satu pendekatan pelibatan mulai dari dunia usaha, mitra pembangunan, media dan akademisi. “Kami sudah menjabarkan dengan Bappeda cross-cutting program atau konvergensi percepatan penurunan stunting yang terintegrasi,” kata Setiawan.

Sementara menurut Ketua Tim Penggerak PKK Jabar Atalia Praratya Kamil, stunting ini ternyata tidak dialami oleh keluarga yang miskin saja atau kurang mampu, tetapi juga, dari data Kemenkes 2019, 29 persen itu berasal dari balita keluarga sejahtera dan 33 persen berada di perkotaan.

“Saya sendiri karena saya tugasnya keliling, saya justru banyak menemukan kasus ini di kota-kota besar bahkan sekelas Kota Bandung sekalipun. Oleh karenanya memang stunting tidak berkaitan dengan kemiskinan, tapi berkaitan dengan perilaku,” kata Atalia.

Dengan kaitan hal tersebut, kata Atalia, perlu berbagai kolaborasi. Menurut dia, 1,5 juta kader PKK siap bergerak di lapangan.

“Fungsi kami hanya tiga. Yang pertama pendataan, kedua sosialisasi dan ketiga penggerakan sehingga silakan dimanfaatkan jaringan kami PKK ini supaya bisa betul-betul membantu pelaksanaan pencegahan stunting di masyarakat,” katanya.

Menurut Atalia, hal itu karena PKK yang paling dekat dengan keluarga. PKK mempunyai dasawisma, tinggal bagaimana kemudian berkolaborasi di lapangan dengan pemerintah dan juga lembaga-lembaga terkait. 

“Adapun yang sudah PKK lakukan banyak sekali kolaborasi sudah kami lakukan dan kami apresiasi seluruh kader di 27 kabupaten/kota atas upaya yang sudah dilakukan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Panitia sekaligus Kepala Bidang PPM Bappeda Jabar Idam Rahmat mengatakan bahwa penilaian kinerja merupakan proses penilaian kemajuan dan upaya kabupaten/kota untuk memperbaiki dan melaksanakan konvergensi dan intervensi gizi stunting melalui delapan aksi integrasi dalam proses perencanaan, penganggaran, implementasi dan program kegiatan.

“Tujuan kegiatan penilaian aksi konvergensi stunting 2021 ini adalah mengidentifikasi aspek kinerja apa saja yang sudah baik dan yang perlu ditingkatkan," katanya. 

Lalu, kata dia, mengidentifikasi kesenjangan, perbandingan kesenjangan kabupaten/kota, dan mengidentifikasi praktik yang baik sebagai pembelajaran yang dapat dimanfaatkan kabupaten/kota, dan mengidentifikasi masalah yang berpotensi menghambat pelaksanaan pencegahan stunting. Waktu penilaian, kata Idam, dilaksanakan dari Selasa, 24 Agustus 2021, dan akan berakhir Kamis, 26 Agustus 2021.

“Penilaian menggunakan pendekatan fokus pada perbaikan manajemen intervensi gizi spesifik, yang kedua menilai hasil antara upaya penurunan prevalensi stunting, dan ketiga memantau kemajuan indeks khusus penanganan stunting,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement