Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Kunci Sukses Vaksinasi Pelajar di Sekolah

Guru Menulis | Wednesday, 15 Sep 2021, 12:21 WIB

Pemberitaan di media massa nasional mulai akhir Agustus sampai pertengahan September ini khususnya terkait covid-19 didominasi penyampaian data melandainya angka harian penderita baru covid-19 secara nasional. Keberhasilan inilah yang menyebabkan beberapa daerah telah memutuskan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas. Namun demikian selama angka harian penderita baru covid-19 ini belum benar benar nol, tetap saja terbuka kemungkinan akan menanjaknya kembali angka harian penderita baru covid-19 tersebut. Itu berarti kita belum betul-betul aman dari virus covid-19 ini.

Melandainya angka harian penderita baru covid-19 ini tidak terlepas dari dorongan yang kuat dari pemerintah untuk melaksanakan program vaksinasi bagi semua penduduk Indonesia. Tidak terkecuali untuk pelajar yang berusia 12-17 tahun. Program vaksinasi pelajar ini sudah dimulai dari awal Juli 2021. Program vaksinasi ini sendiri sengaja dipercepat oleh pemerintah dengan harapan segera bisa tercapai kekebalan komunal dan kita bisa terhindar dari Covid-19. Jadi dengan program vaksinasi pelajar ini diharapkan semua pelajar di Indonesia memiliki kekebalan terhadap virus corona.

Vaksinasi pelajar dilakukan di sekolah masing-masing. Petugas vaksinator baik itu dari puskesmas maupun rumah sakit setempat datang ke sekolah-sekolah untuk melakukan vaksinasi sesuai jadwal yang sudah dibuat dan disepakati oleh pihak sekolah. Tentu saja persiapan dan pelaksanaan kegiatan vaksinasi ini tidak sesederhana yang dituliskan. Banyak hal yang harus disiapkan oleh pihak sekolah sebelum hari H pelaksanaan vaksinasi. Mulai dari mendata siswa yang belum divaksin di keluarganya, membuat surat untuk ditandatangani oleh siswa dan orang tuanya perihal menerima atau menolak divaksin, membagikan dan mengumpulkan kembali surat pernyataan tersebut, membuat jadwal dan pembagian ruangan untuk pelaksanaan vaksin, mengatur siswa saat pelaksanaan vaksin, dan mencatat siswa mana saja yang sudah dan belum divaksin untuk kemudian dilaporkan ke pihak dinas pendidikan dan dinas kesehatan.

Harapan dari pemerintah tentunya semua pelajar bersedia divaksin demi tercapainya kekebalan komunal seluruh masyarakat Indonesia. Namun pada kenyataannya, masih ada masyarakat termasuk di dalamnya pelajar yang menolak untuk divaksin. Di awal pendataan, banyak pelajar yang menolak untuk divaksin. Ada sekolah yang satu pertiga dari jumlah semua pelajarnya menolak divaksin. Tentu saja angka ini membuat guru gusar, karena dengan begitu banyaknya pelajar yang menolak divaksin maka program pemerintah untuk menerapkan pembelajaran tatap muka akan terkendala. Sementara baik guru maupun pelajar sudah tidak menginginkan lagi belajar jarak jauh yang membuat proses pembelajaran menjadi tidak efektif.

Di sini peran penting guru sebagai orang tua siswa di sekolah sangatlah penting. Bisa jadi karena kekurang tahuan orang tua mereka di rumah terhadap manfaat yang akan didapat setelah divaksin yang menyebabkan banyaknya pelajar menolak untuk divaksin tersebut. Jadi guru yang mengambil alih peran untuk memberikan masukan kepada mereka yang menolak divaksin tersebut. Informasi dari guru inilah yang akhirnya berhasil mengubah keputusan menolak divaksin menjadi menerimanya.

Guru harus menyelidiki mengapa siswanya menolak divaksin. Bisa jadi siswa menolak divaksin karena dia penyintas covid-19. Karena untuk mereka yang baru sembuh dari covid-19 ini baru bisa divaksin setelah 3 bulan kemudian. Seperti yang dilansir di health.detik.com, menurut dr Siti Nadia Tarmizi, juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan RI, penyintas covid-19 setelah sembuh minimal 3 bulan itu bisa diberikan vaksinasi. Jika memang siswa tersebut penyintas covid-19 maka guru tidak boleh memasukkan siswa tersebut ke dalam daftar siswa yang siap divaksin di sekolah.

Ada juga siswa yang menolak divaksin karena pengalaman buruk atau traumatis dengan jarum suntik. Jika hal ini terjadi, berarti guru harus siap menjadi seorang psikolog bagi siswanya tersebut. Guru harus mampu meyakinkan ke siswa yang takut tersebut bahwa rasa sakit disuntik itu lebih kecil dari besarnya manfaat yang akan didapat setelah siswa itu divaksin. Pada saat hari H pelaksanaan vaksinasi, harus ada guru yang mendampingi siswa yang takut tadi untuk mengalihkan perhatiannya dari jarum suntik. Pengalihan perhatian itu bisa berupa mengajaknya berbicara hal yang dia sukai atau cerita yang lucu, atau bisa juga dengan mengajaknya menonton video yang menarik perhatiannya sehingga siswa tadi tidak lagi fokus ke jarum suntik.

Selain dua alasan di atas, ada juga siswa yang menolak divaksin karena tidak yakin terhadap keamanan maupun efektivitas vaksin Covid-19; mengkhawatirkan efek samping di kemudian hari; meyakini ada alternatif selain vaksin untuk mengakhiri pandemi; dan pertimbangan kepercayaan dalam agama membuat mereka menolak vaksin Covid-19.

Dalam menanggapi alasan-alasan tersebut seorang guru harus berbekal pengetahuan untuk meyakinkan siswanya bahwa apa yang mereka khawatirkan itu tidak pada tempatnya. Berbekal pendapat para ahli di bidangnya, guru dapat menjelaskan bahwa siswa tidak perlu khawatir terhadap kualitas dan keamanan vaksin Covid-19 yang beredar. Karena sebelum didistribusikan kepada masyarakat, tim peneliti bersama tim medis, melakukan pengujian ketat terhadap vaksin. Majelis Ulama Indonesia atau yang lebih dikenal dengan MUI, juga telah membuat fatwa bahwa vaksin yang digunakan di Indonesia dinyatakan halal, dan telah memberikan sertifikatnya.

Dengan apa yang telah dilakukan oleh guru tersebut, maka tidak heran jika program vaksinasi pelajar di sekolah ini sukses hingga pada akhirnya dapat menekan angka penderita baru covid-19. Guru adalah sosok teladan bagi siswa-siswanya. Sudah tepat program pemerintah memberikan vaksin terlebih dahulu kepada para guru, agar dengan demikian para guru yang sudah divaksin ini dapat menjadi contoh bagi anak didiknya. Semoga dengan suksesnya program vaksinasi guru dan pelajar ini dapat meminimalisir kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar pada siswa atau learning lost akibat pandemi Covid-19, terutama bagi yang paling kesulitan menjalankan pembelajaran jarak jauh dan untuk mengakselerasi penyelenggaraan pembelajaran tatap muka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image