Kamis 23 Sep 2021 22:33 WIB

Warga Sekitar TPST Bantargebang Siap Digusur

Warga sekitar Bantargebang berharap kompensasi penggusuran sesuai yang diinginkan.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Andri Saubani
Petugas dengan alat berat mengambil sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (1/5/2020). Menurut data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, usai lebaran rata-rata jumlah sampah yang datang ke TPST Bantargebang  menurun dari tahun 2019 yaitu 7
Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
Petugas dengan alat berat mengambil sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (1/5/2020). Menurut data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, usai lebaran rata-rata jumlah sampah yang datang ke TPST Bantargebang menurun dari tahun 2019 yaitu 7

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Perjanjian kerja sama (PKS) lima tahunan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi terkait pengelolaan sampah di TPST Bantargebang, Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang akan berakhir bulan depan. Dalam klausul kontrak PKS mendatang, ada beberapa yang dinegosiasikan ulang.  Termasuk, kenaikan uang kompensasi bau untuk warga di tiga kelurahan serta rencana perluasan lahan.

Resih (33), warga Kecamatan Bantargebang mengaku belum mendengar adanya informasi pembebasan lahan. Rumah Resih tak berdekatan langsung dengan TPST Bantargebang, yang merupakan tempat pembuangan akhir sampah warga DKI.

Baca Juga

Kediamannya lebih dekat dengan TPA Sumur Batu, tempat pembuangan akhir sampah warga Kota Bekasi.

"Kalau kita belum ada informasi soal pembebasan lahan baru. Karena ini lebih dekat sama Sumur Batu. Cuma kalau di area TPST itu lahan atau rumah warga yang begini sudah tinggal sedikit memang," terang Resih ditemui di kediamannya, Rabu (23/9).

Sebagai warga asli Bantargebang, Resih mengaku sudah siap apabila rumahnya terdampak pembebasan lahan di kemudian hari. Sebab, baginya hal itu merupakan sebuah keniscayaan.

"Sampah ini kan nambah terus dia ga akan berkurang. Jadi ya kita sih sudah siap mau digusur pun tinggal tunggu kapan waktunya aja," ujarnya.

Kendati begitu, Resih berharap pihak pemda dapat memberikan uang ganti rugi yang layak. Belum lama ini, kata dia, ia sempat ditawarkan uang ganti sebesar Rp 1,5 juta. Jumlah itu dinilai terlalu sedikit untuk harga tanah saat ini.

"Kemarin itu infonya Rp 1,5 juta per meter. Tapi menurut saya terlalu murah ya. Karena kalau kita pindah harga tanah di luar sana kan lebih mahal. Di luar jalan besar saja harga udah Rp 2 juta per meter," terang dia.

Pada 2009 lalu, keluarganya pernah mendapatkan uang pembebasan lahan yang diperuntukkan bagi TPA Sumur Batu. Nilainya Rp 150 ribu per meter. Saat ini, sampah sudah semakin mendekat ke pemukiman warga.

Terkait uang kompensasi bau, kata Resih, tentunya ia ingin jumlahnya dinaikkan. Sejauh ini, uang tersebut ia dapatkan tiap tiga bulan sekali.

"Uang sampah sih Alhamdulillah lancar, jadi ditransfer langsung tiga bulan. Jumlahnya satu juta lima puluh ribu," ujar dia.

Uang kompensasi bau ini, baru naik jadi Rp 300 ribu per bulan sejak Gubernur Ahok 2017 lalu. Sebelumnya, ia beserta warga di tiga kelurahan lain hanya mendapatkan uang kompensasi bau senilai Rp 50 ribu perbulan.

"Ya kita maunya naik, ini juga Rp 300 ribu itu baru. Lumayan buat beli beras," terang dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement