Selasa 26 Oct 2021 14:42 WIB

YLKI Minta Transparansi Struktur Biaya Tes PCR

Pemerintah harus mengawasi kepatuhan atas perintah penurunan harga tes PCR.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Fuji Pratiwi
Ketua YLKI Tulus Abadi. YLKI meminta pemerintah transparan terkait struktur harga tes PCR.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ketua YLKI Tulus Abadi. YLKI meminta pemerintah transparan terkait struktur harga tes PCR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar tarif tes polymerase chain reaction (PCR) diturunkan menjadi sebesar Rp 300 ribu, dan berlaku untuk 3x24 jam. Meski mengapresiasi, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah bisa terbuka mengenai komponen biaya tes PCR.

"Pemerintah belum transparan terkait harga tes PCR tersebut. Berapa sesungguhnya struktur biaya PCR dan berapa persen margin profit yang diperoleh pihak provider? Ini masih tanda tanya besar," kata Ketua YLKI Tulus Abadi seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (26/10).

Baca Juga

Setelah Presiden memerintahkan untuk diturunkan harganya, YLKI meminta pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap kepatuhan atas perintah tersebut. Sebab, saat ini banyak sekali provider yang menetapkan harga PCR di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Mereka beralasan 'PCR Ekspress', dengan tarif bervariasi, mulai dari Rp 650 ribu, Rp 750 ribu, Rp 900 ribu, hingga Rp 1,5 juta.

Terkait wacana semua moda transportasi akan dikenakan wajib PCR, YLKI menilai hal tersebut dilakukan jika harga PCR bisa diturunkan lagi secara lebih signifikan. YLKI mengusulkan tatif PCR berkurang menjadi Rp 100 ribu.

"Sebab jika tarifnya masih Rp 300 ribu, mana mungkin penumpang bus suruh membayar PCR yang tarifnya lebih tinggi daripada tarif busnya itu sendiri?" ujar Tulus.

Terkait pengguna kendaraan pribadi, YLKI mempertanyakan soal pengendaliannya. Sebab, selama ini tak ada pengendalian kendaraan pribadi, baik roda empat dan atau roda dua. Jika tak ada pengendalian yang konsisten dan setara, Tulus melanjutkan, YLKI menilai jadi hal yang diskriminatif. 

"YLKI menyarankan tidak semua moda transportasi harus dikenakan PCR atau antigen, karena akan menyulitkan dalam pengawasannya. Kembalikan tes PCR untuk keperluan dan ranah medis, karena toh sekarang sudah banyak warga yamg divaksinasi," kata dia.

Selain itu, YLKI juga meminta pemerintah juga harus menurunkan masa uji laboratorium yang semula 1×24 jam bisa diturunkan menjadi maksimal 1x12 jam. Tujuannya, dia melanjutkan, guna menghindari pihak provider/laboratorium mengulur waktu hasil uji laboratorium tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement