Kamis 16 Dec 2021 16:12 WIB

Bareskrim Rampas Rp 338,8 Miliar dari Kasus TPPU Bandar Narkoba

Rampasan bersumber dari tujuh orang tersangka peredaran narkotika.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Bandar Narkoba (ilsutrasi).
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Bandar Narkoba (ilsutrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri menyita uang setotal Rp 338,89 miliar dari praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang. Penyitaan tersebut bersumber dari tujuh orang tersangka dan terpidana peredaran narkotika yang terjadi sepanjang 2002 hingga 2021.

Direktur Tindak Pidana (Dirtipid) Narkoba, Brigadir Jenderal Krisno Siregar mengatakan, penyitaan uang ratusan miliar tersebut adalah pengusutan kasus TPPU pertama dalam pemberantasan narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia. Krisno mengatakan, dalam pengusutan ini, tim dari Dirtipid Narkoba, bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).

Baca Juga

“Ada tiga kasus narkoba yang berbeda dalam pengusutan TPPU ini. Dan ketiga kasus ini, tidak saling berhubungan,” ujar Krisno saat konfrensi pers di Bareskrim Mabes Polri di Jakarta, Kamis (16/12).

Kata dia, dari pengusutan, barang bukti yang disita dalam penjeratan TPPU ini, berupa mata uang lokal, rupiah, pun dolar, serta sejumlah aset lahan dan bangunan. “Total nilainya mencapai Rp 338,89 miliar,” kata Krisno.

Jenderal polisi bintang satu itu menerangkan, untuk kasus TPPU yang pertama, terkait dengan bandar narkoba berinisial ARW. ARW, saat ini sudah dalam penjara di Lapas Nusakambangan, menjalani hukuman penjara seumur hidup.

ARW, bandar narkoba 54 tahun itu ditangkap di Denpasar, Bali pada 2017 dengan barang bukti sekitar 20 ribu butir pil ekstasi. Kata Krisno, dari ARW, penjeratan TPPU oleh penyidik berujung pada penyitaan lahan dan bangunan yang nilainya mencapai Rp 294,9 miliar. Dari ARW, penyidik juga merampas uang deposito senilai Rp 3,6 miliar.

Kasus kedua, terkait dengan bandar narkoba inisial HS yang saat ini berstatus terpidana penjara seumur hidup terkait peredaran narkotika jenis sabu pada 2015. Dari bandar berusia 39 tahun itu disita aset-aset hasil peredaran narkotika senilai Rp 9,82 miliar.

Nilai tersebut dalam bentuk aset tak bergerak, berupa lahan tahan seluas total 3.500-an meter persegi yang tersebar di tujuh titik berbeda di wilayah Blangpulo dan Batuplat, Aceh. Dari HS, juga turut disita dua unit kendaraan senilai Rp 1,8 miliar.

Kasus TPPU terakhir terkait dengan lima tersangka peredaran narkoba yang ditangkap di Bandung, Jawa Barat, dan Yogyakarta pada 2019-2021. Mereka adalah SD, DSR, EP alias Y, LFS, alias C, dan FT. “Kelima tersangka ini terkait dengan penggrebekan pabrik obat keras ilegal di Yogyakarta dan peredarannya di Bandung, Jawa Barat,” kata Krisno.

Dari kelima tersangka, pengusutan TPPU berhasil merampas uang yang berasal dari peredaran obat terlarang setotal Rp 30,51 miliar. Krisno menerangkan, nilai rampasan tersebut terdiri dari uang yang berada dalam rekening milik lima tersangka dan uang sebesar 2 juta dolar Singapura atau setara Rp 21 miliar.

Selain itu, kata Krisno, tim penyidik Dirtipid Narkoba turut menyita aset lahan dan bangunan seluas 570 meter persegi di Sleman, Yogyakarta, serta kendaraan roda empat senilai Rp 4,1 miliar.

Krisno melanjutkan, ketujuh bandar itu dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-undang (UU) TPPU 8/2010. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement