Senin 03 Jan 2022 14:13 WIB

Penempatan Polri di Bawah Kementerian Dinilai tak Konstitusional

Usulan itu dinilai sama artinya tak memahami fungsi dan peran Polri.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Lambang Polri (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Lambang Polri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Penasihat Ahli Kapolri, Sisno Adiwinoto menilai wacana menjadikan Polri di bawah kementerian adalah usulan yang keliru. Purnawirawan kepolisian bintang dua itu mengatakan, menempatkan Polri subordinasi dengan kementerian tertentu adalah langkah pengelolaan institusi keamanan negara yang inkonstitusional.

Sisno menegaskan, Polri harus tetap berada di bawah Presiden dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai penggawa utama keamanan di dalam negeri. “Usulan menempatkan organisasi Polri harus berada di bawah kementerian, adalah pemikiran yang inkonstitusional, dan mengingkari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata Sisno, dalam rilis yang disampaikan kepada Republika.co.id, via Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo, Senin (3/12).

Baca Juga

Sisno menambahkan, wacana dan usulan menempatkan Polri berada di bawah kementerian, sama artinya tak memahami fungsi dan peran Polri itu sendiri.

Sisno menjelaskan, sistem besar kepolisian di dunia sedikitnya ada tiga pola. Pertama, mengacu pada sistem sentralistik yang diterapkan di negara-negara seperti Prancis, Italia, Cina, Filipina, Thailand, pun juga di Malaysia.

Sistem lainnya, pola tersebar atau fragmen. Pola tersebut, diterapkan di Amerika Serikat (AS), Kanada, Inggris, pun juga di Belgia. Sistem umum selanjutnya, dengan pola integral seperti di Jepang, Jerman, Australia, juga diterapkan di Selandia Baru.

“Di Indonesia, Polri menuju sistem integral, tetapi masih sentralistik,” begitu kata Sisno.

Merunut sejarah Polri, kata Sisno, kepolisian Indonesia, pernah memakai pola tersebar yang dipraktikkan pada era Proklamasi sampai dengan Juni 1946. Pada era tersebut, kata Sisno, sebaran kepolisian disebut sebagai Hoof Bireuo, yang tersebar sebagai Polisi Medan, Polisi Bandung, dan Polisi Makassar. Namun sistem ketatanegaraan di dalam negeri yang membawa perubahan sesuai konteks, dan kebutuhan atas institusi Polri itu sendiri.

“Tidak ada satu sistem kepolisian yang dianut secara seragam atau sama di seluruh dunia,” ujar Sisno.

Sisno, pun curiga, wacana, dan usulan menempatkan Polri di bawah salah satu kementerian adalah ide untuk memuluskan kepentingan-kepentingan yang tak bertanggungjawab. “Ide tersebut bukan saja merupakan pendapat yang sudah usang yang sudah sering digulirkan, mungkin karena adanya kepentingan tertentu atau merupakan ide yang sembarangan dan yang pasti mungkin karena kurang memahami sistem kepolisian di dunia maupun sistem kepolisian yang berlaku di Indonesia,” kata Sisno.

Wacana untuk menempatkan Polri di bawah, atau subordinasi dengan kementerian kembali muncul. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Gub Lemhanas) Letnan Jenderal (Letjen) Agus Widjojo, yang kali ini mengusulkannya pada Jumat (31/12).

Agus, menyampaikan, perlunya pemerintah membentuk Dewan Keamanan Nasional (DKN), dan Kementerian Keamanan Dalam Negeri. Selama ini, dikatakan Agus, masalah keamanan di dalam negeri, sebagai bagian dari portofolio Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tetapi, beban tugas di kementerian tersebut, semestinya dipecah dengan pembentukan Kementerian Keamanan Dalam Negeri. Polri, menurut dia, seharusnya berada di kementerian baru tersebut, sebagai subordinasi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement