Rabu 09 Feb 2022 17:01 WIB

FS Selesai, Pemkot Bogor Bahas Regulasi Pengadaan Trem

Koridor 1 akan menjadi koridor pertama yang akan dilalui trem dengan panjang 8 km.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Trem melintas di salah satu kota di Eropa. Kota Bogor memiliki keinginan membangun trem sebagai bagian rencana transportasi massal jangka panjang.
Foto: Wikimedia
Trem melintas di salah satu kota di Eropa. Kota Bogor memiliki keinginan membangun trem sebagai bagian rencana transportasi massal jangka panjang.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wacana pengadaan transportasi berbasis rel atau trem di Kota Bogor, terus berlanjut. Setelah melakukan studi kelayakan atau feasibility study (FS), saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sedang membahas teknis dan regulasi dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI).

“Pihak Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor sedang membahas teknisnya dengan PT KAI. Kita upayakan ada regulasi yang bisa mendukung rencana tersebut,” kata Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim kepada Republika, Rabu (9/2/2022). 

Untuk mewujudkan ada trem di Kota Bogor, Dedie menjelaskan, harus ada regulasi yang pasti. Lantaran, trem merupakan transportasi berbasis rel yang berada di atas aspal, sejajar dengan kendaraan-kendaraan lain.

Selain itu, harus ada kepastian tentang bagaimana ketentuan-ketentuan pengoperasionalan trem. “Contohnya misal trem nabrak angkot, siapa yang salah? Kalau sepeda nabrak trem, siapa yang salah? Semua harus jelas. Disesuaikan dengan undang-undang lalu lintas,” kata Dedie.

Kepala Bappeda Kota Bogor Rudy Mashudi mengatakan, pihaknya bersama PT KAI sedang membicarakan tahapan dan studi teknis yang harus dipenuhi sebagai prasyarat pengembangan trem di Kota Bogor. Dari hasil feasibility study yang sudah dilakukan oleh Colas Rail dan Iroda, Koridor 1 akan menjadi koridor pertama yang akan dilalui oleh trem dengan panjang 8 kilometer.

Rudy menjelaskan, Koridor 1 akan menghubungkan antara Terminal Baranangsiang, Jalan Pajajaran, Jalan Otista, Jalan Juanda, Jalan Kapten Muslihat, Jalan Nyi Raja Permas, Jalan Dewi Sartika, Jalan Sawojanae, Jalan Sudirman, Sempur, dan Jalan Pajajaran. Jalur tersebut dipilih di awal lantaran jalur tersebut merupakan jalur tengah, dan diharapkan bisa menjadi moda konektivitas antara Light Rail Transit (LRT) dan kereta api.

“Koridor 1 yang akan dikembangkan di sekitaran Kebun Raya ini, ditetapkan karena untuk konektivitas dua program strategis nasional yaitu LRT Jabodetabek Cibubur-Bubur yang akan berakhir di Terminal Baranangsiang, dan juga proyek strategis kereta api yang menghubungkan Bogor, Sukabumi, Jogjakarta,” jelas Rudy.

Jalur Koridor 1 ini, dijelaskan Rudy, memiliki looping atau jalur perulangan sepanjang 8 kilometer dengan 17 stasiun. Terdiri dari tujuh station primer dan 10 station secondary yang akan menjadi bagian dari pengembangan trem.

Terkait pengadaan koridor lain, Rudy mengatakan, perlu dilakukan studi kelayakan lanjutan. Agar tahapan-tahapan dalam proses perencanaannya bisa dilakukan secara terintegrasi

Wakil Ketua III DPRD Kota Bogor Eka Wardhana mengatakan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor Tahun 2019-2024 terdapat dua skema pendanaan. Salah satunya yakni Sinergi Pendanaan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota dan Kerjasama Swasta, yang akan difokuskan salah satunya untuk Pembangunan Transportasi Berbasis Rel.

Terkait skema pembiayaan transportasi massal berbasis rel atau trem, kata Eka, memang disebutkan dalam RPJMD Kota Bogor Tahun 2019-2024. Hanya saja, untuk teknis ke ke depan masih diupayakan bagaimana skema pembiayaan trem. Anggaran untuk pengadaan trem dengan jalur 8 kilometer diperkirakan mencapai Rp 1,8 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement