Selasa 22 Feb 2022 07:30 WIB

Kasus Pelapor Jadi Tersangka, LPSK: Hambat Pemberantasan Korupsi

Kasus ini menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi DD.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution menilai, kriminalisasi terhadap Nurhayati sudah mencederai akal sehat  dan keadilan publik.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution menilai, kriminalisasi terhadap Nurhayati sudah mencederai akal sehat dan keadilan publik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Nurhayati, eks bendahara Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, yang ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi, mendapat perhatian Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution. Padahal, Nuryahati membantu mengungkap korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp 800 juta dari 2018 hingga 2020 itu.

"Ini menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi Dana Desa (DD) yang dilakukan oknum Kuwu di Kabupaten Cirebon," kata Maneger dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Senin (21/2/2022).

Merujuk pasal 51 KUHP, Maneger menyebut, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana. Sehingga kasus pelapor dijadikan tersangka ini dikhawatirkan menghambat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut akan ditersangkakan seperti Nurhayati," ujar Maneger.

Maneger juga menilai, kriminalisasi terhadap Nurhayati sudah mencederai akal sehat  dan keadilan publik. Ia mengingatkan posisi hukum Nurhayati sebagai pelapor dijamin oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik.

"Sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik, pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya," ujar Maneger.

Maneger menekankan, bila ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, maka tuntutan tersebut wajib ditunda hingga kasus yang dilaporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap. Hal ini sesuai pasal 10 ayat (1) dan (2) UU Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban).

"LPSK akan ambil langkah proaktif menemui yang bersangkutan guna menjelaskan hak konstitusional Nurhayati untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada negara khususnya kepada LPSK, jika yang bersangkutan membutuhkan perlindungan," ucap Maneger.

Di sisi lain, Maneger menyinggung, agar Nurhayati sebaiknya mendapat hadiah dari Pemerintah. Ini diatur dalam PP No.43/2018 dimana masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan  mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam.

"Dengan PP 43/2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta," sebut Maneger.

Sebelumnya, Nurhayati sebagai Kaur Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, mengaku, kecewa setelah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Desa (kuwu) Citemu berinisial S.

Nurhayati merupakan pelapor sekaligus saksi dalam kasus tersebut. Kisahnya yang kemudian juga turut ditetapkan sebagai tersangka, menyedot perhatian publik setelah video ungkapan kekecewaan hatinya viral di media sosial. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement