Rabu 06 Jul 2022 14:39 WIB

DPRD Jabar Ungkap Temuan Penyalahgunaan SKTM di PPDB

Ada orang tua siswa yang mampu secara ekonomi tetapi menggunakan SKTM dalam PPBD.

Komisi V DPRD Jabar Apresiasi Persiapan PPDB Jabar
Foto: DPRD Jabar
Komisi V DPRD Jabar Apresiasi Persiapan PPDB Jabar

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat mengungkap, sejumlah temuan atau permasalahan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2022. Salah satunya penyalahgunaan aturan penggunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM) oleh oknum tertentu.

"Kemudian jalur terakhir itu ada SKTM. Jadi mereka bisa masuk lewat surat keterangan tidak mampu. Tapi SKTM juga dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," kata Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Abdul Harris Bobihoe ketika dihubungi melalui telepon Rabu (6/7/2022).

Setelah dilakukan verifikasi, kata dia, ternyata ada orang tua siswa yang mampu secara ekonomi tetapi menggunakan SKTM dalam PPBD. Temuan lainnya, kata dia, masih ada oknum orang tua siswa menitipkan anaknya pada oknum pejabat, termasuk pada anggota dewan.

Politikus Partai Gerindra ini mengatakan, sejumlah anggota dewan yang tidak melakukan hal itu atau menolak permintaan orang tua siswa tersebut, malah kena getahnya yakni menjadi korban perundungan di media sosial.

 

"Kemudian soal titipan saya kira ini memang tidak bisa lepas dari pada upaya-upaya dariorang tua menghubungi pejabat, seperti anggota dewan, supaya anaknya masuk ke sekolah yang mereka inginkan," kata dia.

Pihaknya sudah menekankan, warga untuk memanfaatkan jalur yang sudah disediakan Dinas Pendidikan dalam PPDB yakni jalur prestasi, afirmasi, dan zonasi. "Seharusnya mereka menggunakan jalur-jalur itu jangan kemudian ke anggota dewan minta surat itu kan kasihan anggota dewannya, di-'bully' (menjadi korban perundungan) terus. Kami ingin menegakkan PPDB berjalan dengan baik jangan sampai kami sendiri harus melanggar," katanya.

Harris mengatakan, masih ada penyimpangan dilakukan masyarakat demi menyekolahkan anak mereka ke tempat yang dianggap sekolah favorit, seperti memaksakan diri memasuki zonasi terdekat sekolah agar dapat diterima, padahal jarak rumah anak dengan sekolah yang sebenarnya puluhan kilometer.

"Pada era saat ini tidak ada lagi namanya sekolah favorit. Hal itu harus dihapuskan. Ada orang tua maunya di SMA 3, kalau begitu gini saja di Bandung kita namanya semua sekolah SMA 3 saja. Begitu ya jadi biar anggapan ini berhenti," katanya.

Pihaknya menambahkan, pada dasarnya sistem PPDB yang disiapkan Dinas Pendidikan sudah bagus, namun ulah sejumlah orang membuat permasalahan terus ada atau ditemukan. "Saya kira bukan sistemnya (PPDB, red.) yang tidak baik tapi memang intervensi dari beberapa orang itu, akan terus terjadi akan terjadi terus mereka mencari jalan. Mereka oknum-oknum itu akan mencari jalan bagaimana kemudian," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement