Rabu 13 Jul 2022 15:49 WIB

Ajukan Eksepsi, Kuasa Hukum Bantah Ade Yasin Terkena OTT

JPU tidak dapat menghadirkan terdakwa ke sidang karena kondisi pandemi Covid-19.

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan secara virtual di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (13/7/2022). Ade Yasin didakwa oleh Jaksa KPK memberi suap sebesar Rp1,9 miliar kepada empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar Pemkab Bogor kembali meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Terdakwa Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan secara virtual di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (13/7/2022). Ade Yasin didakwa oleh Jaksa KPK memberi suap sebesar Rp1,9 miliar kepada empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar Pemkab Bogor kembali meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Roland Pasaribu kuasa hukum terdakwa kasus dugaan suap laporan keuangan tahun 2021 kepada tim pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar Ade Yasin, membantah bahwa kliennya terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihaknya akan mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum.

"Pada saat itu beliau dipanggil oleh KPK untuk memberikan keterangan akan tetapi sebagaimana ketahui ternyata beliau bukan hanya dipanggil ternyata itu adalah merupakan OTT. Kita tidak melihat hal itu pada saat kejadian tanggal 27 April 2022," ujarnya seusai sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (13/7/2022).

Dia menuturkan, pada saat pembacaan dakwaan oleh jaksa pun tidak disebutkan terkait OTT. Pihaknya pun membantah bahwa kliennya memberikan arahan untuk memberikan sejumlah uang kepada tim pemeriksa BPK Jabar.

"Kita dengar tadi disebutkan adanya arahan dari Ade Yasin. Yang kami pelajari selama ini tidak ada arahan tersebut. Kejadian-kejadian yang terjadi ini akan kami tanggapi di dalam eksepsi kami pekan depan," katanya.

Dia pun meminta, agar kliennya dapat dihadirkan di persidangan. Mereka memerlukan kehadirannya agar lebih memudahkan dalam pemeriksaan ke depan.

"Pandemi Covid-19 ini dimanfaatkan oleh para penegak hukum kita khususnya JPU untuk kepentingan mereka. Tentunya kita tahu semua akan berbeda secara psikologis untuk kepentingan pembelaan kami kepada terdakwa," ujarnya.

Selain itu, pihaknya merasa janggal dengan keberadaan kliennya saat sidang berada di Gedung KPK. Padahal, terdakwa ditempatkan di rumah tahanan Polda Metro Jaya.

"Ini yang kita keberatan. Bukan masalah pemindahan ke Bandung. Kami minta dihadirkan setiap persidangan," katanya. 

Dia mengaku, pernah membela kliennya yang lain di saat pandemi Covid-19 dan dihadirkan di persidangan. Apalagi, sekarang sudah lebih longgar, tetapi kenapa tidak bisa dihadirkan.

"Alasannya soal perizinan dan hal-hal yang tidak bisa kami pahami sebagai kuasa hukum. Kami yakin itu hanya alasan, di balik alasan itu tentunya sesuatu yang dirugikan. Kami kuasa hukum tidak menyerah dan akan membongkar ini sampai ke akar-akarnya apa yang menimpa Ade Yasin," katanya.

Di awal persidangan, majelis hakim yang diketuai Hera Kartiningsih sempat bersitegang dengan penasehat hukum terkait permintaan mereka agar terdakwa dihadirkan di sidang. Jaksa penuntut umum sendiri menegaskan, tidak dapat menghadirkan terdakwa ke sidang karena kondisi pandemi Covid-19.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement