Senin 19 Sep 2022 07:38 WIB

Kepala BRIN Bantah Hentikan Proyek Drone Elang Hitam

Kata Laksana, Elang Hitam tak bisa terbang sebab mitra luar kurang punya kapabilitas.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua MPR Bambang Soesatyo meninjau proyek drone Elang Hitam saat kunjungan di hangar PTDI, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (23/7/2022).
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
Ketua MPR Bambang Soesatyo meninjau proyek drone Elang Hitam saat kunjungan di hangar PTDI, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (23/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek pesawat udara nirawak (PUNA) atau drone Elang Hitam yang dirintis beberapa peneliti dari konsorsium dihentikan secara mendadak. Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko pun membantah jika proyek itu tidak dilanjutkan.

"Informasi tersebut tidak benar. Karena program PUNA dilakukan refokusing untuk tujuan sipil dan bukan kombatan," kata Handoko kepada Republika di Jakarta, Ahad (18/9/2022).

Konsorsium yang terlibat dalam drone Elang Hitam adalah Kementerian Pertahanan (Kemenhan), TNI AU, PT Dirgantara Indonesia (PTDI), PT Len Industri, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, kini LAPAN dan BPPT termasuk beberapa lembaga yang dilebur menjadi BRIN.

Menurut Laksana, proyek PUNA tetap dilanjutkan dengan mengubah peruntukannya dari yang semula untuk kombatan menjadi digunakan kepentingan sipil. Elang Hitam pun akan dirancang untuk kepentingan intelligence, surveillance, and reconnaissance (ISR). Dia menegaskan, keputusan itu diambil setelah Elang Hitam gagal dalam menjalani uji coba terbang pada akhir tahun lalu.

 

"Ini dilakukan pascaevaluasi dan audit mendalam pascakegagalan terbang pada Desember 2021 dan berbagai masalah teknis lain terkait mitra pemilik teknologi kunci," jelas Laksana.

Dia menuturkan, program drone berjenis medium-altitude long-endurance (MALE) yang difungsikan untuk kegiatan militer itu menghadapi beberapa masalah teknis, termasuk desain. Belum lagi, kata Laksana, pengembangan Elang Hitam menggunakan komponen eksisting dari luar negeri, terutama teknologi kunci berupa mission system.

Sayangnya, mitra luar tersebut kurang memiliki kapabilitas sehingga Elang Hitam gagal terbang. Dia juga menuding, mitra yang digandeng konsorsium pengembangan drone dalam negeri tidak memiliki jam terbang membuat teknologi tersebut dalam skala besar. Hanya saja, Laksana tidak menjelaskan, institusi atau nama perusahaan yang dimaksud

"Apabila skema pengemangan ini dilanjutkan, kami membayar mitra luar negeri tersebut dan mereka memasang teknologinya di Indonesia. Namun, mereka juga tidak mau sistem teknologi kunci tersebut dbuka oleh periset BRIN. Ini sama saja BRIN memberikan anggaran untuk riset dan pengembangan mereka yang nilainya hampir Rp 120 miliar," jelas Laksana.

Purwarupa pertama Elang Hitam dibuat di fasilitas PTDI, Kota Bandung pada 30 Desember 2019. Selain memenuhi persyaratan kebutuhan TNI AU, Elang Hitam dibuat karena memiliki kemampuan menyerang dengan cepat, dengan menggunakan sistem kontrol dan tempur yang dikembangkan menggunakan aplikasi lokal.

Sayangnya, kini proyek itu berhenti karena pimpinan BRIN tidak mendukung kelanjutan pengembangan Elang Hitam. Sumber Republika menyatakan, purwarupa Elang Hitam kini terongok di hangar PTDI. Keputusan pemerintah pula yang menggabungan beberapa instansi dalam konsorsium pengembangan Elang Hitam menjadi BRIN membuat proyek itu menjadi jalan di tempat.

Kini, bahkan Kepala BRIN tidak mendukung proyek tersebut dengan alasan tak ada dana. Dengan begitu, Laksana dianggap melawan Keppres Jokowi tentang pembuatan Elang Hitam. Pasalnya, pengembangan Elang Hitam masih masuk dalam PSN yang berada di bawah tanggung jawab Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Adapun drone MALE yang dirintis anak bangsa semula dirancang bisa terbang 15 ribu sampai 30 ribu kaki, lama terbang 24 jam, dipersenjatai, dapat beroperasi siang dan malam maupun di segala cuaca, dan bisa berkomunikasi dengan jarak 200 kilometer. Elang Hitam diproyeksikan bisa setara dengan MQ-1 Predator (AS), CH-4 Rainbow (China), Shahed 129 (Iran), KT Orion (Rusia), dan ANKA (Turki).

Salah satu peneliti BRIN yang terlibat pengembangan Elang Hitam, Akhmad Farid Widodo membenarkan jika proyek tersebut sudah dihentikan. "Elang Hitam sudah dihentikan, resmi diubah jadi peruntukan sipil, bukan militer," kata Akhmad singkat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement