Sabtu 21 Jan 2023 16:14 WIB

SGI Kecam Tindakan Orang Tua Siswa yang Potong Paksa Rambut Guru SD di Gorontalo

Padahal, guru memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi pada murid-muridnya.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang guru sekolah dasar (SD) menjadi korban pembalasan orang tua murid yang tidak terima rambut anaknya dipotong karena melanggar ketentuan dalam aturan tata tertib sekolah. Guru SD Negeri 13 Paguyaman, Gorontalo, bernama Ulan Hadji dipotong rambutnya secara paksa dan diminta menandatangani surat pernyataan permintaan maaf.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) turut menyoroti kasus itu dan mengecam tindakan orang tua siswa tersebut. FSGI mengatakan, orang tua siswa sebenarnya bisa melapor ke kepala sekolah agar dapat difasilitasi dialog dengan Ulan ketimbang harus main hakim sendiri.

Baca Juga

“Atas peristiwa yang dialami oleh guru Ulan Hadji dari Gorontalo, FSGI mengecam tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh orang tua siswa," ujar Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, kepada Republika, Sabtu (21/1/2023).

Heru menerangkan, guru memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi. Dia menerangkan, itu diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen. Di mana di aturan itu dijelaskan, guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

“Selain itu, guru juga tidak hanya berwenang memberikan penghargaan terhadap siswanya, tetapi juga memberikan punishment atau sanksi kepada anak didiknya,” ujar dia.

Heru menambahkan, dalam Pasal 39 ayat (1) UU Guru dan Dosen dijelaskan mengenai kebebasan guru dalam memberikan sanksi kepada peserta didiknya. Pemberian sanksi itu sepanjang peserta didik melanggar norma-norma yang ada, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran.

Meski begitu, Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, mengingatkan, sanksi yang diberikan kepada peserta didik harus bersifat mendidik dan tidak diperkenankan dengan kekerasan. Hal tersebut diatur dalam pasal 39 ayat (2) UU Guru dan Dosen yang menegaskan bentuk-bentuk sanksi tersebut.

Di mana, sanksi tersebut dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.

"Ketika seorang guru menegakan aturan terhadap anak didiknya, tanpa melakukan kekerasan, dalam hal ini hanya memotong sedikit rambut bagian depan agar sebagai penanda bahwa siswa tersebut rambutnya melampaui ketentuan yang dibolehkan dalam tatib sekolah, maka si guru wajib diberikan perlindungan dan rasa aman," ungkap Retno.

Retno menyatakan, stakeholder pendidikan, mulai dari organisasi guru sampai pemerintah, wajib melindungi para guru yang menjalankan atau menegakan aturan dalam lingkungan tanggung jawabnya di sekolah. Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas.

"Dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing," kata Retno.

Rasa aman dan jaminan keselamatan tersebut diperoleh guru melalui perlindungan hukum, profesi dan keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Pasal 41 UU Guru dan Dosen dinyatakan, guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihakpeserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

“Faktanya, seringkali  guru yang mendapatkan ancaman atau intimidasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya di kelas tidak tahu harus mencari perlindungan kemana, padahal UU Guru dan Dosen sudah menyebutkan dengan tegas dan jelas. Perlindungan keselamatan ini berlaku kerika guru menjadi korban," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement