Selasa 24 Jan 2023 17:06 WIB

Kenaikan Ongkos Haji

Penggunaan nilai manfaat pada tahun berjalan kurangsejalan dengan prinsip istitha’ah.

Jamaah haji berjalan mengelilingi Kabah, bangunan kubik di Masjidil Haram, selama ibadah haji tahunan, di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (10/7/2022).
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Jamaah haji berjalan mengelilingi Kabah, bangunan kubik di Masjidil Haram, selama ibadah haji tahunan, di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (10/7/2022).

Oleh : Didik Darmanto*

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI pada Kamis, 19 Januari 2023, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas membawa harapan sekaligus kegalauan di tengah masyarakat Muslim Indonesia. Kabar gembiranya, Kerajaan Arab Saudi sepakat mengembalikan kuota haji ke porsi semula, yakni 221 ribu jamaah. 

Selain itu masih terbuka peluang bagi Indonesia untuk memperoleh tambahan kuota, dari pengalihan kuota haji negara lain yang kurang optimal dimanfaatkan. Penambahan kuota tentu dapat memangkas masa tunggu calon jamaah haji, yang di beberapa daerah sudah mencapai 30 tahun lebih.

Kabar kurang sedapnya, Menag Yaqut mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji yang harus dibayar oleh calon jamaah haji atau biasa disebut dengan Bipih (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Kanaikannya cukup signifikan, dari Rp 39,88 juta pada tahun 1443 H/2022 M menjadi Rp 69,19 juta pada penyelenggaraan haji tahun 1444 H/2023 M. Meskipun total biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) hanya naik sekitar Rp 514 ribu.

Kenaikan ongkos haji yang harus dibayar calon jamaah dikarenakan adanya perubahan komposisi antara komponen Bipih dan nilai manfaat. Nilai manfaat merupakan hasil pengembangan dana setoran awal calon jamaah, yang selama ini digunakan untuk menutup kekurangan biaya penyelenggaraan ibadah haji.

Pada tahun 2022, komponen nilai manfaat memberikan sumbangan besar dalam komposisi biaya penyelenggaraan ibadah haji, yakni 59,46 persen atau senilai Rp 58,49 juta. Sedangkan pada tahun 2023, Kemenag mengusulkan komponen nilai manfaat berkurang menjadi 30 persen (Rp 29,70 juta). 

Prinsip Istitha’ah

Perubahan komposisi komponen BPIH ini didasarkan pada prinsip istitha’ah dan untuk menjaga keberlanjutan dana haji. Istitha’ah merupakan bagian dari fikih berhaji, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjalankan ibadah haji dan umrah, baik kemampuan secara fisik maupun finansial.

Dengan prinsip istitha’ah, seyogianya calon jamaah membiayai ongkos ibadah haji secara mandiri, termasuk tidak menggunakan hasil nilai manfaat dari pengembangan dana setoran awal calon jamaah haji yang lain.

Namun yang menjadi persoalan, rekening virtual (virtual account) jamaah haji baru saja dimulai empat tahun lalu. Melalui rekening virtual ini BPKH dapat memberikan informasi dan menyetorkan hasil nilai manfaat secara berkala. 

Sementara itu calon jamaah haji tahun 2023 yang mendaftar sebelum 2018 dipastikan belum memiliki rekening virtual. Sehingga tidak bisa diketahui seberapa besar nilai manfaat yang melekat pada masing-masing jamaah.

Dikarenakan belum semua calon jamaah memiliki rekening virtual, selama ini penggunaan nilai manfaat menggunakan prinsip 'gotong royong'. Yakni hasil total nilai manfaat pada tahun berjalan digunakan untuk menutup selisih antara total biaya penyelenggaraan ibadah haji dengan ongkos yang dibayar jamaah. 

Meskipun di dalam nilai manfaat tersebut bisa jadi terdapat hak calon jemaah lain yang masih antre menunggu diberangkatkan ke Tanah Suci. Penggunaan nilai manfaat pada tahun berjalan untuk menutup kekurangan BPIH ini kurang sejalan dengan prinsip istitha’ah dan potensial mengganggu keberlanjutan dana haji.

Ijtihad Kemaslahatan 

Kenaikan Bipih juga berlaku bagi 94 ribu calon jemaah haji yang sudah lunas bayar tapi batal berangkat. Yakni pada tahun 2020 terdapat 84,6 ribu calon jemaah sudah lunas bayar dan batal berhaji karena pandemi. Kemudian pada tahun 2022 terdapat 9,8 ribu calon jemaah sudah lunas bayar tapi batal berangkat karena pengurangan kuota dan pembatasan usia. 

Tentu Kemenag perlu menempuh ijtihad untuk kemaslahatan umat, agar kenaikan ongkos haji, selain untuk menjaga fikih istitha’ah dalam berhaji, juga dapat mengedepankan prinsip keadilan dan kewajaran.

Dengan usulan komposisi BPIH 2023 yang disampaikan Kemenag, komponen BPIH yang dibebankan kepada dana nilai manfaat hanya 30 persen atau sekitar Rp 5,9 triliun.

Sementara itu berdasarkan laporan keuangan BPKH, perolehan dana nilai manfaat terus meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan semakin besarnya porsi investasi dan beragamnya instrumen investasi syariah.

Perolehan nilai manfaat tahun 2020 mencapai Rp 7,43 triliun, capaian tersebut meningkat Rp 67 miliar dari tahun 2019. Sementara perolehan nilai manfaat tahun 2021 meningkat 41,32 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp 10,50 triliun.

Diperkirakan perolehan nilai manfaat pada tahun 2023 tetap dapat dipertahankan pada angka di atas Rp 10 triliun. Bila ditambah dengan nilai manfaat yang tidak dipergunakan pada tahun 2020 dan 2021, diperkirakan terdapat sekitar Rp 22 triliun-Rp 25 triliun dana nilai manfaat. 

Artinya masih cukup leluasa dan aman bagi keberlangsungan dana haji apabila porsi dana nilai manfaat pada komposisi BPIH akan dinaikkan di atas 30 persen. Dengan menaikkan porsi dana nilai manfaat, diharapkan kenaikan Bipih tidak terlalu besar dan bisa lebih diterima umat.

Pengurangan porsi dana nilai manfaat menuju full cost BPIH merupakan kebijakan tepat untuk menegakkan prinsip istitha’ah dan menuju pengelolaan dana haji yang lebih profesional. Namun full cost perlu dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu tiga sampai lima tahun ke depan. 

Full cost BPIH kurang tepat bila dilakukan secara penuh pada tahun ini, apalagi ada sebagian jamaah yang statusnya sudah lunas bayar tapi batal berhaji. Penerapan full cost BPIH kepada masing-masing jamaah hanya bisa dilakukan manakala rekening virtual sudah berjalan secara optimal.

Solusi jangka pendek pada masa transisi ini, Kemenag dan BPKH perlu merumuskan formulasi untuk menentukan nilai manfaat masing-masing calon jamaah secara proporsional dan berkeadilan. Semakin lama masa tunggu, otomatis akan semakin besar nilai manfaat yang diperoleh.

Hasil penempatan investasi dana haji selama ini setara dengan interest rate dalam kisaran 5,3-7,2 persen per tahun. Imbal hasil dana haji ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan nilai manfaat calon jemaah haji. Termasuk dengan mempertimbangkan interest rate yang lebih tinggi bagi calon jemaah yang sudah lunas bayar tapi batal berangkat pada tahun 2020 dan 2022.

Dengan formulasi penghitungan nilai manfaat yang proporsional, diharapkan dapat memuluskan proses transisi menuju full cost BPIH untuk menegakkan prinsip istitha’ah, dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan dan kenaikan ongkos haji yang wajar.

Adapun solusi jangka panjang di antaranya Kemenag dan BPKH perlu memperbaiki data haji, agar seluruh calon jamaah memiliki rekening virtual. Selain itu juga pengelolaan dana haji harus lebih profesional, agar mampu memberikan imbal hasil optimal untuk meringankan beban biaya haji calon jamaah. 

 

*Petugas Haji 2022, Bekerja di Kementerian PPN/Bappenas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement