Kamis 02 Feb 2023 07:38 WIB

Dituduh Palsukan Surat, Sembilan Hakim dan Dua Panitera MK Dipolisikan

Dugaan pemalsuan tersebut didasari adanya frasa yang sengaja diubah bunyinya.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus Yulianto
Mahkamah Konstitusi (MK).
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Mahkamah Konstitusi (MK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak sembilan hakim konstitusi dan satu panitera dan seorang panitera pengganti Mahkamah Agung (MK) dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Laporan polisi itu dilayangkan oleh seorang advokat bernama Zico Leonard Diagardo Simanjuntak.

“Atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu sebagai mana salinan putusan dan juga risalah sidang dan juga dibacakan dalam persidangan,” ujar Kuasa hukum Zico, Leon Maulana Mirza Pasha, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (1/2/2023).

Baca Juga

Menurut Leon, dugaan pemalsuan tersebut didasari adanya frasa yang sengaja diubah bunyinya yang semula ‘demikian’ menjadi ‘ke depan’,. Sehingga dengan adanya perubahan tersebut maka maksud dari isinya menjadi berbeda. Kata dia, apabila ini dinyatakan dalam suatu hal yang typo sangat tidak subtansial, karena ini subtansi frasanya sudah berbeda.

“Bahwa etik silakan berjalan, tidak apa-apa silakan etik berjalan. Kita percayakan kepada MK untuk menjalankan etik, akan tetapi  untuk perkara pidana kita akan jalankan juga karena kita tahu  sekarang kondisi hukum di Indonesia ini sedang diterpa badai  baik itu dari kasus pidana Sambo maupun di MK,” kata Leon.

 

Selain itu kata Leon, sebenarnya ada beberapa oknum yang diduga penyalagunaan wewenang yang saat ini ada di Mahkamah Konstitusi. Namun untuk saat ini, pihaknya lebih dulu menempuh jalur pidana terhadap pemalsuan dari subtansi isu putusan.

Sementara itu, kuasa hukum Zico yang lain, Rustina Haryati menambahkan, kasus tersebut ke depannya dapat mengakibatkan kerugian materiil dan imateril karena bentuk keputusan yang tidak bisa diubah. Karena ini juga yg ke depannya akan menjadi suatu argumen atau suatu referensi ke depannya di bidang hukum. 

“Jadi kalau misal putusan ini tidak dipermasalahkan, tidak kita angkat sekarang ini, ke depannya gimana. Ini kan jadi pertanyaan publik juga apakah keputusan ini nanti bisa dibatalkan? Karena keputusan tidak bisa dibatalkan ya,” keluhnya.

Adapun kronologi kasusnya, pelapor ini adalah pemohon dalam kasus no 103 tahun 2022 yang memperkarakan Undang-undang Nomor 23 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang MK terhadap UUD 1945. Namun memang pada  saat pembacaan putusan, pelapor ini tidak datang dalam persidangan tapi tetap menerima salinan putusannya. 

Kemudian pada awal Januari 2023, pelapor ini kembali menonton siaran di YouTube official milik MK. Lalu saat didengarkan terasa ada frasa yang berbeda. Dari "dengan demikian" lalu pada salinan dan risalahnya. Jadi yang tertulisnya itu sudah ganti jadi "ke depannya." Sehingga itu mengakibatkan kerugian bagi pemohon.

Berikut hakim dan panitera yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya: 

1. Anwar Usman (Hakim Konstitusi)

2. Arief Hidayat (Hakim Konstitusi)

3. Wahiduddin Adams (Hakim Konstitusi)

4. Suhartoyo (Hakim Konstitusi)

5. Manahan M. P. Sitompul (Hakim Konstitusi)

6. Saldi Isra (Hakim Konstitusi)

7. Enny Nurbaningsih (Hakim Konstitusi)

8. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh (Hakim Konstitusi)

9. M. Guntur Hamzah (Hakim Konstitusi)

10. Muhidin (Panitera Perkara No. 103/PUU-XX/2022)

11. Nurlidya Stephanny Hikmah (Panitera Pengganti Perkara No. 103/PUU-XX/2022). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement